Last Updated on December 15, 2020 by evrinasp
April 2020, saya tidak menyangka kalau tulisan organik pertama saya di tahun 2020 ini akan menulis soal Corona. Sebelumnya karena keterbatasan waktu serta tenaga, untuk update blog ini mengambil content placement atau guest post. Dan berkat Corona atau COVID-19, akhirnya saya mulai menulis kembali. Sayangnya dimulai dengan cerita tentang makhluk super kecil yang hampir melumpuhkan dunia.
Tulisan ini secara khusus saya tujukan untuk diri sendiri sebagai pengingat bahwa diri ini kecil, bukan siapa-siapa sehingga tidak boleh sombong karena sekuat-kuatnya sesuatu dapat rapuh juga bahkan oleh makhluk yang sangat kecil sekalipun.
Sadar sejak Pemberitaan Virus Wuhan di China
Awal tahun 2020, saya ingat banget sudah langsung terjun membantu petani untuk menyelesaikan permasalahan. Saya sadar, tahun 2020 ini dapat menjadi tahun yang juga cukup menyita waktu karena dimulainya program baru sejak pergantian menteri di atas sana.
Tapi siapa sangka, sejak mendengar perihal Virus Wuhan (saat itu belum ada sebutan nama Corona or COVID-19) di pertengahan Januari 2020, perhatian saya mulai berubah. Saya sering membaca berita tersebut untuk updatingnya.
Mengapa begitu? sebab seingat saya, banyak berita yang mengatakan kalau di Indonesia banyak tenaga kerja asing (TKA) asal China. Khawatir saja kalau virus tersebut sampai ke Indonesia karena terbawa oleh TKA tersebut.
Tapi petinggi-petinggi di atas sepertinya yakin kalau sang virus ‘gak akan sampai ke Indonesia, bahkan sampai ada yang mengatakan bahwa iklim Indonesia tidak akan membuat si virus bertahan lama.
Entahlah mungkin karena sudah feeling ‘gak enak meski yang di atas sana mengatakan bahwa si virus tak akan ke Indonesia walaupun ada hilir mudik warga negara asing plus keran pariwisata dibuka selebar-lebarnya, saya mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Jujur saya tidak terlalu percaya dengan omongan para petinggi, sebab negara maju saja yang teknologinya canggih kecolongan akan kedatangan si virus itu.Akhirnya di bulan Januari saya sudah mulai mencari tambahan masker kain. Saya membeli masker tersebut untuk proteksi diri karena pekerjaan saya dan pak suami sangat erat sekali dengan lapangan.
Saya sendiri memang memakai masker setiap harinya saat bekerja, karena saya sadar saya memilki anak kecil yang tidak boleh terpapar polusi luar yang mungkin saya bawa setelah pulang bekerja. Memakai masker juga salah satu bentuk perlindungan saya dari asap rokok atau asap kendaraan. Demi kesehatan juga, bukan hanya karena kedatangan si Virus Wuhan.
Makanya saya agak sedih waktu ada beberapa orang yang mempermasalahkan orang yang memakai masker. Katanya terlalu over lah, biasa aja kali, dan lain-lain. Padahal ini bentuk proteksi diri, karena sehari-hari saya melewati tempat-tempat yang kadang orang sakit itu tidak paham etika bagaimana caranya tetap berkumpul dengan orang lain namun tetap berusaha agar tidak menularkan ke orang lain.
Eh ini saya baru cerita di Januari ya, sudah panjang saja. Bagaimana dengan Februari? Sama kok, saya masih memantau perkembangan si virus yang sudah memiliki nama COVID-19.
Semakin Harap-Harap Cemas Akibat Meluasnya COVID-19
Tampilan Covid-19, sumber: https://infeksiemerging.kemkes.go.idFebruari, saya masih beraktivitas seperti biasa, tetap memakai masker ketika naik kereta dan angkot. Di kantor, saya melepas masker, kecuali kalau ada teman yang sedang batuk pilek berat (batpil), saya langsung maskeran lagi sebab saya tidak mau tertular. Cukup deh di bulan Januari saya terkena batpil berat sampai menular ke anak saya yang masih bayi. Jadi, saya usahakan agar tidak terkena lagi.
Di kantor, saya dan teman-teman beberapa kali membahas COVID-19 ini. Kami sama-sama sepakat mengenai keyakinan para petinggi bahwa tidak ada virus asal Wuhan yang masuk Indonesia?. Kenapa kami khawatir? Sebab populasi masyarakat Indonesia sangat banyak, kebayang deh kalau tertular satu saja itu sudah mengerikan.
Meski begitu, teman-teman saya di kantor terlihat masih selow. Belum ada yang memakai masker ketika berangkat kerja. Saya juga melihat di stasiun kereta Bojonggede bahkan di Bogor, masih sedikit yang memakai masker. Kalau saya sih tetap memakai, karena alasan sebelumnya. Saya juga membawa hand sanitizer yang saat itu masih mudah diperoleh. Saya memakainya karena saya sedang menyusui dan saya tetap memompa ASI ketika di kantor sehingga tangan harus tetap bersih.
Akhir Februari, pemberitaan tentang COVID-19 semakin kencang. Beberapa teman kantor sudah mulai wara-wiri mencari masker di apotik beserta hand sanitizer. Katanya sudah mulai susah dicari. Masa sih? Di tempat saya soalnya masih ada. Tetapi setelah saya cek saat pulang kerja, eh benar saja di minimarket dan apotek terdekat sudah mulai susah ditemukan masker serta hand sanitizer. Kalau masker kain sih banyak. Kebetulan kalau masker kain, saya memang tersedia beberapa buah karena dipakai setiap hari. Tapi kok yang lainnya jadi langka ya.
Atasan saya sampai memesan masker di online shop, katanya susah banget. Sudah dipesan tapi ujung-ujungnya dicancel karena stok habis. Saya sampai berpikir, apa mereka sama ya seperti saya, mengira-ngira kalau mungkin COVID-19 sebenarnya sudah masuk Indonesia namun tidak terdetect, sebab masa inkubasinya yang mencapai 14 hari, jadi mereka sudah antisipasi sejak dini meski para petinggi belum mengambil langkah ataupun memberikan pengumuman pasti.
COVID-19 Ternyata Masuk Indonesia, Makanya Jangan Takabur
Sebenarnya, saya ‘gak mau dengar ada pengumuman kalau ternyata di Indonesia ada yang sudah terjangkit COVID-19. Biarlah mereka-mereka takabur dengan mengatakan bahwa si virus tak kan masuk Indonesia. Tapi di satu sisi ya khawatir juga ketika membayangkan sebenarnya sudah banyak yang terjangkit namun tidak terdeteksi sehingga semakin menularkan ke yang lain.
Akhirnya para petinggi resmi mengumumkan warga Indonesia yang positif COVID-19.
Sejak itu beberapa grup mulai rame, yang tadinya adem ayem langsung sebagian ada yang panik, ada yang tetap santuy, ada yang hahace Seperti saya ini. Di grup kantor sendiri, akhirnya mulai rame juga yang tadinya rada santuy.
Keesokan harinya pasca pengumuman positif COVID-19, saya melihat para commuters mulai banyak yang menggunakan masker. Jumlahnya lebih banyak dibanding biasanya. Dan setelah saya turun di Stasiun Bogor, saya melihat antrian panjang yang tidak seperti biasanya, yaitu adanya pemeriksaan suhu tubuh dengan termometer ketika hendak masuk pintu tiket kereta. Antrian panjang ini sebenarnya tidak efektif karena justru dapat menularkan akibat jarak yang berhimpitan.
Telat bergerak, benar ‘gak sih? Jangan marah ya untuk para pecinta karena bagi saya langkah para petinggi untuk mengatasi ini sangat telat. Padahal warning sudah ada di sana-sini termasuk dari WHO. Banyak juga yang menyuarakan untuk melihat contoh negara yang sudah lebih dulu terkena. Mau belajar dari China yang langsung gercep, Italia yang santuy, Korea Selatan dan Jepang yang gercep, atau dari tetangga kita Malaysia dan Singapore yang juga langsung gercep. Tapi ya sudahlah, ini memang sudah takdirnya sehingga harus sabar menghadapi ujian ini.
Work From Home, Social Distancing, untuk Cegah Penyebaran COVID-19
Hampir setiap hari sejak pengumuan positif COVID-19 di Indonesia, pesan melalui messenger di grup WA tidak henti-hentinya membicarakan atau share berita tentang COVID-19. Ada yang share cara penanggulangan, berita terkini, sampai updating jumlah terinfeksi. Ada yang tetap bertahan di grup ada juga yang secara sukarela keluar dari grup.
Di grup kantor saya termasuk yang ramai dan sampai saya menuliskan ini masih tetap mengingatkan bahaya COVID-19. Jujur saja nih, saya yang termasuk menyelidiki ketika masuk ke kereta, ke angkot, bahkan ketika berada di ruangan kantor. Jangan sampai dekat dengan orang yang batpil berat, karena itu tadi, saya punya anak kecil, saya tidak mau membawa kuman penyakit ke rumah.
Pernah, saya duduk di kereta menuju Bogor. Tiba-tiba ada tiga orang penumpang dengan rincian: dua laki-laki satu perempuan yang sepertinya umurnya sama dengan saya. Apesnya saya pagi itu, satu laki-laki dan satu perempuan duduk di seberang saya, sementara yang satu lagi laki-laki duduk di samping saya. Kenapa apes? Karena dia sedang batuk-batuk tetapi tidak memakai masker. Saya langsung auto pindah, gak mau dekat-dekat.
Tuh kan yang bikin males, kadang yang sakit suka gak peduli juga dengan orang lain, dengan seenaknya batuk-batuk tanpa mengcover dirinya. Itu sebabnya saya tetap memakai masker meski sehat.
Dan ternyata awal April 2020 ini, pemerintah mewajibkan masyarakat untuk memakai masker ketika keluar rumah.
Nah, mulai awal minggu kedua Maret 2020, sudah ada anjuran untuk Work From Home (WFH) di tingkat kementerian. Manfaatnya adalah untuk social distancing agar memutuskan penyebaran virus corona.
Kalau instansi Pemda bagaimana ya? Ternyata satu per satu mulai melaksanakan WFH. Ampun deh di tempat saya sempat tidak terlontarkan wacana WFH. Entah kenapa petinggi di sana keukeuh supaya tetap bekerja seperti biasa padahal sudah banyak yang menyuarakan.
Saya sedih soalnya anak sudah mulai belajar di rumah, sementara ayah dan mamahnya masih wira-wiri bekerja. Khawatir nmembawa paparan yang tidak diinginkan, naudzubillah.
Akhirnya, keesokkan harinya pagi sekali, saya mendapat salinan keputusan dari petinggi bahwa di tempat saya mulai WFH dengan sistem piket. Alhamdulillah.
Ternyata kekhawatiran saya benar tho, dengan sistem WFH saja pasien positif COVID-19 bertambah, jumlah ODP dan PDP juga bertambah, bagaimana kalau tetap diteruskan wara-wiri di luaran sana. Hiks.
Dan berdasarkan peta, di daerah saya masuk zona merah karena dekat sekali dengan Jakarta. Saya sampai dihimbau oleh atasan untuk tidak keluar rumah jika tidak penting sekali. Saya melaksanakan himbauan tersebut sambil WFH di rumah. Toh sekarang zaman sudah canggih, koordinasi bisa dilaksanakan dengan alat dan media yang ada.
View this post on Instagram
Bekerja jarak jauh, masih tetap bisa memberikan penyuluhan kepada petani dengan memanfaatkan IT. Paling simple, via WA baik jaringan pribadi, broadcast, atau grup. Pesan tetap dapat disampaikan, kesehatan terjaga, dan tetap mendukung program pemerintah baik mempertahankan pangan maupun memutus rantai penyebaran virus. Salah satu media penyuluhan berbentuk folder yg saya buat untuk #PoktanSetia #Cikarawang #Dramaga #Bogor #folder #PenyuluhPertanian #dirumahaja #workfromhome #kerjadirumah
Teruntuk Para Pejuang di Tengah Pandemic COVID-19
Di tengah serbuan virus corona, ada beberapa orang yang tetap berjuang. Garda terdepan tentu ada tim medis yang menangani pasien baik yang sudah positif terjangkit, atau masih berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pengawasan (ODP).
Melihat bagaimana perjuangan mereka menyelamatkan banyak nyawa, saya ikut terenyuh. Bahkan sampai saya menulis tulisan ini, menurut berita sudah ada 24 dokter yang gugur setelah berjuang menyelamatkan pasien yang terkena COVID-19.
Ada juga gambar yang seliweran di internet bagaimana para dokter, perawat, atau tim tenaga kesehatan (nakes) lainnya yang kelelahan kemudian tertidur di tempat-tempat yang terjangkau di sekitaran rumah sakit. Ada juga gambar yang memperlihatkan kesedihan seorang dokter yang tidak bisa memeluk buah hatinya karena tidak ingin menularkan sang anak lantaran sang dokter baru pulang bekerja sehabis merawat pasien corona.
Sedih memang, tapi ini semua perjuangan. Saya berdoa semoga para pejuang nakes selalu dalam lindungan Allah swt dan selalu mendapatkan keberkahan beserta keluarganya. Aamiin.
Masih ada pejuang lainnya di tengah Pandemic corona, di antaranya adalah penyedia transportasi, pekerja yang menjaga kebersihan, aparat keamanan, pekerja di minimarket-supermarket, pekerja di restoran, ojek online, dan tidak lupa para pahlawan ketahanan pangan yang tetap berusaha tani demi menjaga agar kebutuhan pangan dalam negeri tetap terpenuhi. Cerita tentang pahlawan pangan akan saya tuliskan pada postingan lain.
View this post on Instagram
Kalian #dirumahaja biar para #petani #PenyuluhPertanian yang ke lapangan supaya pangan tetap terjaga. Hari ini sesuai rencana telah dilaksanakan penanaman benih VUB Inpari Nutri Zinc di lahan ketua #PoktanMekar sebagai percontohan. Saya tetap #workfromhome #kerjadirumah sambil memonitor melalui messenger untuk updatingnya. Alhamdulillah dibantu juga dengan Penyuluh Pertanian Swadaya (PPS) Desa Cikarawang yaitu Pak Ahmad Bastari yg terjun langsung ke lokasi. Haturnuhun 🙏. #tanampadi #inparinutrizinc #Cikarawang #Dramaga #bogor
Masih ada yang belum disebutkan? Siapapun mereka semoga Allah membalas semua jasa yang telah diberikan. Aamiin.
Bulan Ramadan yang Harusnya Ceria
Berbeda dengan bulan Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya menjelang Ramadan datang, terlihat sekali semua masyarakat menyambutnya dengan suka cita. Pada saat pandemic Corona terlihat sepi di beberapa tempat, meski beberapa masjid dan mushola masih ada kumandang adzan.
Orang-orang di rumah biasanya ikut shalat berjamaah, tetapi sejak ada himbauan social distancing, sudah mulai tidak ikut berjamaah. Ini bukan berarti tidak cinta agama, melainkan untuk menjaga kemaslahatan bersama juga. Shalat berjamaah di mushola jadinya digantikan dengan berjamaah di rumah dengan anggota keluarga saja. Lingkupnya lebih kecil memang, tetapi semoga keberkahannya sama. Urusan pahala, biarlah Allah yang Maha Adil.
Untuk shalat taraweh juga apabila keadaan tidak memungkinkan, kami sekeluarga sepakat untuk melaksanakan berjamaah di rumah saja. Yang jelas ada pandemic atau tidak, saya termasuk orang yang menghindari bukber alias buka bersama di luar kecuali urgent. Lebih enak bukber dengan keluarga, tidak banyak waktu yang hilang.
Jangan Mudik, Kasian Orang di Kampung Halaman
Tahun 2020 ini jadwalnya mudik ke kampung halaman pak suami. Tetapi karena masih pandemic dan ada himbauan juga dari pemerintah supaya tidak mudik, maka memutuskan untuk pending mudik saja. Nanti bisa diganti waktu lainnya disaat pandemic berakhir. Soalnya kasian orang-orang di kampung jika mereka terpapar oleh kami yang dari kota bahkan masuk zona merah. Fasilitas kesehatan di kampung halaman pak suami sangat jauh dari kata layak sehingga kasian jika kami memaksakan mudik.
Tidak terasa saya sudah banyak menulis soal corona COVID-19 ini. Saya benar-benar tidak menyangka bahwa kejadian ini nyata karena sebelumnya Corona hanya dibahas di drama Korea Terius Behind Me saja. Semoga pandemic ini segera usai dan keadaan bisa kembali normal. Aamiin.
Dira says
Rasanya waktu awal Corona di Indonesia kepala mau meledak baca grup-grup medsos yang pada share berita apapun tanpa disaring sama sekali. Sekarang udah mulai adem.
Eh iyaaa Kak Ev, Terius Behind Me, So Ji sub favoritku😌
evrinasp says
haha om so ji sub, awalnya aku juga takut, tapi sekarang sudah menerima, yang tetap ikhtiar menjaga diri
sablon yk says
salam kenal saya dari yogyakarta. awalnya adanya corona tidak berpengaruh apa2 buat saya, eh taunya makin kedepan malah sekarang semua serba rumit dan sulit, kerjaan sepi dan apa-apa mahal. semoga lekas berlalu dan semoga selalu sehat. amin
evrinasp says
aamiin, iya kondisi di mana2 sama kok, jadi merembet ke hampir semua sektor gara2 pandemic corona
munasyaroh says
sebelum Corona menghantam negeri ini, kalau bepergian saya juga memakai masker karena gak tahan dengan asap di luaran sana. di rumah mempunyai persedian masker medis yang agak banyak. Setelah Corona melanda, saya dan keluarga tertolong dengan persedian masker sebelumnya. namun karena sekarang mulai langka akhirnya ganti jadimasker kain
evrinasp says
Alhamdulillah sekarang sudah mulai Ada lagi ya maskernya, bye bye deh para penimbun masker 😁