Last Updated on December 20, 2019 by evrinasp
Pada suatu pertemuan kelompok tani, saya pernah menyampaikan sebuah kalimat seperti ini: “bapak ibu, tau tidak kalau misalnya suatu saat teknologi sedang down dalam waktu yang lama, siapakah yang kemungkinan paling mudah bertahan dengan kondisi tersebut?”. Saat itu bapak ibu petani tidak ada yang menjawab. Sayapun memberikan jawaban, bahwa kelompok yang bisa bertahan dalam kondisi tersebut adalah para petani.
Mengapa begitu? Karena para petani memiliki sumber pangan di ladang dan cadangannya di tempat penyimpanan mereka. Sedangkan pengagum teknologi seperti saya yang belum memiliki lahan hanya bisa gigit jari. Saya akan mencari para pemasok pangan untuk membeli produk mereka. Itupun kalau uang ada di tangan, coba kalau semuanya tersimpan di bank dan tidak bisa diambil lantaran listrik down seperti beberapa waktu yang lalu? Saya mau bayar pakai apa?
Pernyataan tersebut saya lontarkan untuk memberikan semangat bahwa betapa sosok para petani sebagai pahlawan pangan ini sangat penting. Janganlah merasa kecil hati hanya karena bekerja di lahan atau ladang yang membuat pakaian menjadi kotor yang memberikan stigma bahwa menjadi petani itu tidak keren. Bahkan orang-orang di atas sudah memberikan gambaran kalau kotor itu baik, tanda bekerja. Ya tho?
Nah, dalam rangka Hari Tani Nasional yang seperti biasa dirayakan setiap tanggal 24 September ini, saya ingin bercerita mengenai sosok petani yang menjadi inspirasi untuk diri saya pribadi. Inspirasi untuk malu ketika saya sedang malas atau down semangatnya. Mereka saja semangat, padahal setiap hari berpeluh lantaran terkena sengatan sinar matahari, masa saya tidak?.
Yuk, kita coba mengenal mereka supaya lebih semangat dalam bekerja dan berkarya di bidang pertanian.
Inspirasi Petani Milenial
Era milenial menuntut siapapun untuk bergerak cepat, kreatif, dan inovatif di sektor apapun. Tak terkecuali sektor pertanian yang tentu tidak ingin ketinggalan zaman. Di tengah-tengah era milenial ini telah hadir sosok inspiratif petani milenial muda yang membuat saya terkagum hingga menumbuhkan harapan bahwa sektor pertanian akan terus eksis tak tergerus perkembangan zaman.
Sosok inspirasi petani milenial yang pertama adalah Sandi Octa Susila. Saya mengenal sosok Sandi yang saat ini berusia 26 tahun pada awalnya sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) di IPB. Sandi sejak masih kuliah sudah mulai bergelut di usaha agribisnis sayuran. Bersama dengan Mitra Tani Parahiyangan, Sandi membantu para petani memasarkan hasil panen sayurannya ke hotel, supermarket, dan restoran. Bahkan dalam waktu dekat ini, dia juga akan mengusahakan untuk ekspor lebih jauh lagi.
Sandi adalah salah satu sosok petani milenial yang sudah menerapkan IoT dalam agribisnisnya. Dia tidak perlu cape ke lahan untuk memantau 373 petani di lahan seluas total 120 ha yang berafiliasi dengan PTPN, lahan swasta, serta lahan pribadinya. Cukup dengan teknologi, dia bersama karyawannya bisa memantau kualitas serta kuantitas dari sayuran yang dihasilkan. Mau tau berapa penghasilannya sebulan? Besar lho, Rp. 500 juta, keren kan!
Sandi adalah adik kelas saya di IPB, sementara saya yang jadi kakak kelasnya malah belum apa-apa nih. Semoga suatu hari nanti bisa juga seperti Sandi. Nah, sosok yang kedua juga merupakan adik kelas saya yang juga sukses dalam agribisnis sayuran.
Dia adalah Agus Ali Nurdin yang pernah ikut magang ke Jepang melalui program Kementerian Pertanian. Agus juga merupakan alumni Agronomi IPB dan dia tergabung dalam Alumni Program Ikatan Magang Jepang (Ikamaja). Inspirasi yang datang dari Agus adalah, dia benar-benar mempraktikkan apa yang sudah diperoleh selama di bangku kuliah dan ketika pulang magang dari Jepang.
Agus Ali Nurdin, Sosok Petani Milenial, Sumber: Tabloid Sinartani.comAgus membangun Okiagaru Mart yang kini memasok produk sayuran ke restoran Jepang di Indonesia. Agus bergerak tidak sendiri, seperti Sandi yang berhasil membuka lapangan kerja, Agus juga merekrut ratusan remaja untuk terlibat dalam agribisnisnya.
Berbeda dengan Sandi, sayuran yang diusahakan oleh Agus adalah jenis sayuran organik. Usahanya dilakukan di areal lahan pertanian sayuran organik milik Okiagaru Farm di Cianjur sekitar 1,8 ha dan 2 ha di Cisarua. Di lahan tersebut, Agus menanam sekitar 100 jenis sayuran dan sebanyak 50% merupakan sayuran asli Jepang, seperti kyuri (timun jepang), horenzo (bayam jepang), kabocha (labu jepang), satsumaimo (ubi jepang), zucchini, dan negi. Sementara sisanya merupakan sayuran lokal yang dikonsumsi di restoran Jepang.
Kok di luar Kabupaten Bogor semua? Yang dari Bogor enggak ada? Ada kok, saya sudah pernah menceritakannya dalam blog post Fruitable Farm, Menanamkan Cinta Pertanian Melalui Hidroponik Kekinian. Digawangi oleh Herdian dkk, Fruitable Farm selain bergerak dalam menghasilkan sayuran hidroponik, mereka juga memberikan edukasi kepada para peminat pertanian.
Fruitable Farm berada di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Hingga saat ini masih tetap eksis dalam menjalankan agribisnis sambil memberikan edukasi mulai dari lingkup anak-anak hingga para ibu-ibu yang tertarik dengan hidroponik.
Sosok Petani Senior di Era Milenial
Untuk judul ini saya khususkan bagi para petani yang ada di wilayah binaan (wilbin) Cikarawang. Meskipun usianya tidak lagi milenial, bukan berarti mereka kalah dengan para petani milenial yang berusia muda. Saya sempat beberapa kali tercengang oleh ide-ide yang datang dari sosok petani senior di era milenial ini. Siapa sajakah mereka?.
Sosok yang pertama adalah petani senior yang selalu ingin tau dan mau mencoba. Mereka adalah Bapak Jaya, Bapak Dudung, Bapak Ujang, Bapak Enin, dan Bapak Suharto. Semua sosok tersebut saya lihat sering mencoba melakukan hal-hal baru seputar teknologi spesifikasi lokal hasil pengamatannya sendiri selama melakukan budidaya. Mereka tidak sungkan untuk bertanya dan memberikan informasi mengenai teknologi yang sudah dicoba. Saya sebagai penyuluh merasa senang karena mendapatkan insight tambahan dari apa yang sudah bapak-bapak senior lakukan.
Sosok yang kedua adalah sosok pejuang, yaitu Bapak Marji dan Bapak Sutisna. Keduanya sering terlibat dalam pengusahaan air untuk sebagian wilbin Cikarawang. Meskipun berkali-kali ingin mengundurkan diri karena hopeless menghadapi para petani lainnya yang acuh tak acuh, kedua sosok ini tetap berjuang menjalankan tugasnya mengusahakan air agar tetap mengalir. Inspirasi yang saya dapat dari mereka adalah untuk terus menjalani tugas meskipun banyak omongan di luar sana yang masih menganggap bahwa mereka tidak bekerja. Memang, untuk menyenangkan semua pihak itu susah, biarkan Allah sang Maha Mengetahui yang menjadi saksi kinerja.
Sosok yang keempat trio gapoktan yang digawangi oleh Bapak Ahmad Bastari, Bapak Napi, dan Bu Norma. Entahlah apa jadinya gapoktan tanpa ketiga sosok ini. Kalau dipikir-pikir, mengelola gabungan kelompok tanpa adanya rasa social itu susah. Belum lagi dengan omongan yang datang dari luar. Lelah hati, mungkin sering dirasakan oleh mereka, namun kembali lagi niatnya untuk ibadah untuk kemajuan bersama.
Tuh kan, petaninya saja mau berusaha, mau mencoba, mau bersusah payah berjiwa sosial, masa’ penyuluhnya tidak?.
Peran Para Ibu Tani Mendukung Pertanian di Sektor Hilir
Tanpa adanya ibu-ibu, apalah jadinya bapak-bapak. Demikian juga yang terjadi di sektor pertanian. Ada peran kelompok tani, maka ada juga peran kelompok wanita tani (KWT). Jika kelompok tani lebih banyak berperan di sektor hulu, maka ada ibu KWT yang berperan di sector hilir.
Saya kagum dengan semangat para ibu yang ada di wilbin Cikarawang seperti KWT Melati yang mengolah pangan dari ubi jalar, KWT Mawar yang mengolah pangan dari singkong, dan KWT Dahlia yang bergerak di pekarangan serta olahan pangan ubi jalar ungu dan singkong.
Ketiga KWT ini selalu ingin tau juga terhadap perkembangan teknologi yang ada. Mereka mau belajar terhadap teknologi baru untuk membantu produk olahan hasil yang mereka kerjakan. Mereka berusaha mengupdate pengetahuan dengan mengikuti pelatihan yang ada dan mengimplementasikan ke dalam produk olahannya.
Kadang saya sampai ditanya begini: “bu, kapan kita kumpulan lagi?”. Itu pertanda bahwa mereka haus akan ilmu dan bimbingan. Kalau sudah begini, saya yang jadi penyuluhnya tentu semakin semangat untuk maju bersama.
Bukan Lulusan Pertanian, Tapi Berkecimpung di Dunia Pertanian
Kalau tadi semuanya merupakan orang-orang yang memang berkecimpung di dunia pertanian. Sekarang ada sosok yang bahkan belajar pertanianpun tidak dilakukan tetapi mereka mau terjun ke dunia pertanian.
Sosok yang pertama adalah teman blogger saya yang jago IT asal Semarang bernama Handiko. Dia beberapa kali menghubungi saya untuk bertanya mengenai tanaman sayuran di pekarangan. Ternyata setelah ditelisik lebih jauh, Diko, nama panggilannya sedang asik menghijaukan pekarangan rumahnya yang katanya gersang kalau tidak ada tanaman. Tuh kan, anak muda yang tidak ada basic pertanian saja mau kok menghijaukan pekarangannya.
Baca ini yuk: Hari Tani Nasional: Belajar dari Content Creator yang Gemar Menanam
Sosok yang kedua adalah Kadek Surya dari Bali. Saya mengenalnya saat menerima penghargaan dari Kementan di bulan Agustus 2019 lalu. Pak Surya, demikian saya memanggilnya, adalah seorang bankir yang kemudian resign bekerja dari bank untuk terjun ke agribisnis kakao.
Pak Surya mendirikan Cau Chocolates sebagai korporasi petani melalui kelembagaan ekonomi petani (KEP) untuk mengembangkan kakao menjadi coklat siap konsumsi. Dia bekerja sama dengan petani kakao untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi kakao petani Tabanan yang didukung jaringan pemasaran produk coklat melalui restoran Cau Chocolates Food and Gift. Terakhir saya melihat kontaknya, beliau sedang ke luar negeri untuk mempromosikan produk Cau Chocolates tersebut. Keren banget deh.
Kadek Surya, Bankir yang terjun ke dunia pertanianSosok yang ketiga, jauh sih dari negeri gajah di Thailand. Saya sudah menuliskan pada blog post sebelumnya yaitu tentang Mr Kheil, smart farmer dari Thailand. Mr. kheil bukan lulusan pertanian, tetapi lulusan marketing yang terjun dalam budidaya melon lantaran karena suaminya suka makan melon. Dia tidak ada background pertanian, tetapi mau mempelajari budidaya melon dan menggunakan IoT hingga akhirnya dia menjadi sosok petani wanita cantik yang sukses dalam agribisnis buah melon. Mantab kan?
Demikianlah beberapa sosok inspiratif yang saya ketahui dan patut untuk dibagikan dalam rangka Hari Tani Nasional. Semoga kisah para petani milenial dan petani keren lainnya dapat memberikan inspirasi dan penyemangat bahwa pertanian akan selalu eksis meski zaman telah berubah.
Sabda Awal says
luar biasa sekali mbak ulasannya bikin saya jadi makin semangat untuk mewujudkan “pertanian” seperti mas Handiko. saya sejak kecil saya memang sudah akrab dengan ladang, karena orangtua saya petani. umur 7 thaun saya udah ikut ke ladang untuk panen cabe, tomat, rimbang dan lain-lain.
Cita-cita saya di masa depan ingin punya rumah yang kecil tapi perkarangan yang luas yang bisa saya tanamin berbagai sayuran, buah-buahan, dan ayam.
Petani yang dipandang sebelah mata, sebenarnya ngga, jika dikelola dengan baik. hasilnya akan luar biasa
evrinasp says
Aamiin, iya kalau mau punya rumah sebaiknya pekarangannya luas sekalian biar puas menikmati Indahnya rumah, pekaranganku sempit, jadi nanemnya sangat terbatas
Rudi Chandra says
Keren-keren dan sangat menginspirasi sekali petani-petani tersebut.
evrinasp says
Terima kasih