Last Updated on October 17, 2019 by evrinasp
Rasanya senang sekali karena pada akhirnya bisa mengikuti rangkaian jelajah gizi Sarihusada yang berlangsung di Minahasa. Sebelum berangkat saja saya sudah excited banget, apalagi ketika sudah berada di sana. Jelajah gizi bukan hanya soal membedah apa kandungan gizi pada pangan lokal yang ada di Minahasa. Tetapi juga mempelajari kearifan lokal dibalik makanan tersebut. Sama seperti membuat sebuah maha karya, ada sebuah sentuhan rasa dari penduduk Minahasa ketika membuat makanan lokal yang sudah diwariskan secara turun-temurun tersebut. Saya mempelajari banyak hal ketika berada di sana dan berikut adalah cerita lebih lengkap mengenai Jelajah Gizi Minahasa di hari pertama yang banyak mengeksplorasi pangan lokal Minahasa.
Baca juga: #JelajahGiziMinahasa: Petualangan Gizi Syarat Ilmu dan Kearifan Lokal
Tiba di Manado
Sejak dini hari sekali para penjelajah gizi sudah tiba di Terminal 3 Ultimate untuk penerbangan pagi menuju Manado. Perjalanan dari Jakarta menuju Manado memakan waktu sekitar 3 jam lamanya dan selama itu juga saya memanfaatkan waktu untuk sleeping beauty di atas pesawat sampai tidak sadar kalau sudah tiba dengan selamat di Manado *lol*. Ketika sampai di Manado langsung saja mengabadikan diri di tulisan Manado, maklum saya ini anak narsis yang ingin meninggalkan jejak di beberapa titik di Indonesia. Eh ternyata teman-teman blogger lainnya mau ikutan, so welcome to Manado.
Di luar area bandara, seluruh peserta diberikan pengarahan terlebih dahulu mengenai rangkaian acara yang akan berlangsung selama 3 hari di Minahasa dan Manado. Oh iya sewaktu keluar dari pintu bandara, kami mendapatkan kalung bunga lho *berasa seperti tamu kehormatan hehe*. Di sana kami mendapatkan buku petunjuk mengenai Jelajah Gizi Minahasa dan pembagian bus. Setelah semua selesai, bus langsung meluncur menuju destinasi pertama yaitu Danau Tondano.
Menuju Danau Tondano
Bis melaju melewati jalan kota Manado yang juga ramai seperti kota besar pada umumnya. Kemudian bergerak semakin jauh melewati hamparan persawahan di kiri kanan jalan. Wah ini eksotis sekali karena di hamparan hijau tersebut terdapat hewan ternak yang jarang saya lihat di Pulau Jawa. Lahan di Sulawesi Utara masih luas ya, semoga tidak tergerus oleh pembangunan yang memakan lahan potensial untuk pangan *mulai serius*.
Tak berapa lama kami berhenti di sekitar pondok pesantren untuk melaksanakan shalat jumat sambil beristirahat sejenak. Wah saya takjub ketika melihat deretan ibu-ibu dan adik-adik yang ikut shalat jumat di tempat wanita. Lebih takjub lagi karena mereka murah senyum dan mau diajak untuk wefie *senang rasanya bertemu dengan orang-orang yang suka wefie hehe*. Setelah selesai, kami semua langsung masuk bus lagi untuk melanjutkan perjalanan *dadah adik-adik*.
Kalau tidak salah saya tidur lagi di bis ketika menuju Danau Tondano. Soalnya kalau tidak tidur bisa bahaya karena jalan menuju Danau Tondano yang letaknya berada di ketinggian ini bentuknya berkelok-kelok dan lumayan membuat pusing kepala. Mbak Shinta juga mengalami hal yang sama lho dan akhirnya dia memilih untuk menutup laptopnya untuk kemudian tidur juga.
Akhirnya kami tiba juga di Danau Tondano yang tempatnya sungguh eksotis dan sejuk. Di sini kami akan berkenalan dengan pangan lokal Minahasa sekaligus pengarahan program. Tulisan mengenai Danau Tondano nanti akan saya ekplorasi lagi di blog evventure.com ya supaya tidak terlalu bercampur.
Pengarahan Jelajah Gizi Pangan Lokal Minahasa
Acara dibuka dengan pengarahan dari Bapak Arif Muhajidin selaku Communications Director Danone Indonesia yang mengajak para peserta untuk menikmati dan mencermati kuliner asli Sulawesi Utara lalu menyebarkan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Bapak Arif menyampaikan sebagai perusahaan yang berkomitmen terhadap kesehatan masyarakat maka Sarihusada juga turut memberikan edukasi mengenai gizi seimbang dan hidrasi kepada masyarakat. Jelajah gizi adalah salah satu wujud komitmen tersebut yang dikemas menarik untuk menyebarkan nilai gizi yang terdapat pada pangan lokal nusantara.
Indonesia memang sangat kaya akan sumberdaya alam dan juga sumberdaya manusia yang berdampak juga pada beragamnya pangan lokal. Khusus untuk di Minahasa, Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman MS, PhD yang merupakan ahli gizi menyampaikan bahwa keanekaragaman sumber pangan di Minahasa menjadi sebuah cermin akan kekayaan sumber pangan di Indonesia sehingga tidak difokuskan pada satu jenis makanan saja.
Saya jadi tidak sabar untuk menikmati apa saja sih pangan lokal yang ada di Minahasa. Memang ya orang sabar selalu disayang Tuhan, akhirnya satu per satu makanan khas Minahasa pun keluar. Nah, makanannya saya bahas pada sub bab setelah sesi ini saja ya karena sambil menikmati kelezatan makanan, kami juga diberi tambahan ilmu oleh Mbak Marrysa Tunjung Sari (Shasa) dan Mas Sutiknyo (Mas Bolang) mengenai fotografi makanan dan vlog.
Mbak Shasa memberikan informasi seputar Food Photography Mas Bolang sedang memberikan pengetahuan vlogAda beberapa point yang saya catat dari Mbak Shasa untuk menghasilkan food photography yang baik, yaitu:
- Atur white balance di kamera masing-masing untuk memposisikan agar piring sebagai wadah makanan berwarna putih.
- Gunakan tripod untuk memudahkan penggantian garnis atau lainnya tanpa merubah angle
- Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu (1) atur anglenya seperti apa, (2) jika blm tepat, jangan rubah angle, atur makanan saja
- Jika berhadapan dengan makanan yang tidak menarik dengan tekstur banyak maka buatlah menjadi simple tidak usah ditambah aksesoris lagi
- Tekstur kayu sangat membantu membuat makanan terlihat lezat, atau apabila tidak ada kayu gunakanlah serbet
- Ketika berhadapan dengan makanan yang volumenya banyak maka buatlah piring sendiri lalu atur seolah kita makan sendiri
- Kalau ada cahaya remang, bisa menggunakan bantuan cahaya lampu LED smartphone lalu gunakan serbet putih sebagai reflector
- Jangan menggunakan flash untuk memotret dengan smartphone, lebih baik fitur senter dinyalakan dulu baru memotret, gunanya adalah untuk menghasilkan cahaya statis
Wuihhh banyak ya tip dari Mbak Shasa, baik mbak kami catat, terutama buat saya nih yang menghasilkan fotonya masih spontan tanpa memikirkan angle. Nah, kalau dari Mas Bolang tidak terlalu banyak yang disampaikan, intinya ketika sudah memiliki piranti yang mendukung, tinggal kita latih kreatifitas dan sensenya agar menghasilkan vlog yang bermakna. Berlatih memang penting untuk menghasilkan karya baik foto maupun video.
Setelah penjelasan materi, setiap kelompok yang sudah dibagi sebelumnya ditantang untuk membuat vlog dan foto dari makanan yang sudah disiapkan. Ini hasil kelompok 5 yang masih abal-abal karena difoto oleh saya hehe.
Oke, sesi seriusnya sudah dulu, sekarang kita ke topic utama yaitu pangan lokal Minahasa.
Jelajah Gizi Pangan Lokal Minahasa
Sekarang kita eksplorasi pangan lokal yang ada di Minahasa dimulai dari di sekitar Danau Tondano. Ada apa saja di sini? Kemarin itu kami mendapatkan sajian makanan berikut ini:
1. Kolombi
Saya suka sekali dengan makanan ini yang ternyata terbuat dari siput Danau Tondano. Mungkin kalau di Jawa Barat namanya itu Tutut, tapi bumbu Kolombi berbeda dengan yang ada di Pulau Jawa. Kolombi memiliki cita rasa pedas dengan bumbu kuning dan sangat cocok dipadukan dengan nasi.
2. Ikan Nike
Ikan Nike merupakan jenis ikan endemis yang ada di Danau Tondano. Bentuknya kecil seperti ikan teri nasi dan bergerombol. Ikan Nike dibuat menjadi semacam bakwan dengan rasa yang gurih.
3. Tumis Kangkung
Nah, kalau ini dimana-mana sepertinya ada ya, hanya saja daun kangkung yang kemarin kami nikmati lebih lebar dengan batang yang cukup tebal.
4. Mujair Goreng
Ikan Mujairnya fresh from the oven karena dibudidayakan langsung di sekitar Danau Tondano dengan menggunakan tambak dan jaring apung.
5. Sambal Dabu-Dabu
Dari penampakannya saja sudah sangat menggoda. Campuran tomat, bawang merah dan cabai membuat sambal dabu-dabu terasa nikmat dan menggugah selera makan.
Oke, saya pikir sesi mencoba makanannya sudah selesai untuk beberapa jam kedepan. Ternyata masih ada lagi ketika rombongan jelajah gizi pindah tempat ke rumah Bapak Camat setempat. Di sana kami diajak untuk menikmati beberapa kuliner pelengkap nasi berupa kue yang sebagian besar rasanya manis dan gurih lalu usap-usap perut. Berikut adalah beberapa kue khas Minahasa:
- Nasi Jaha
Makanan ini terbuat dari beras ketan, santai, jahe dan bawang merah. Cara membuatnya adalah dengan mencampur semua bahan tersebut dan dimasukkan ke dalam bambu berlapiskan daun pisang yang dibakar selama 2 jam di atas api sedang.
- Klaapertaart
Andai ada ruang kosong yang cukup banyak di perut saat itu, ingin sekali menghabiskan dua buah klaapertaart karena rasanya enak bangeeeet. Makanan ini merupakan khas Sulawesi Utara yang merupakan perpaduan cita rasa barat dengan bahan tradisional kelapa.
- Lemet
Kue ini mirip Ketimus kalau di Jawa Barat. Makanan khas Minahasa ini terbuat dari singkong parut, kelapa muda dan gula aren.
- Kolombeng
Kue ini juga menggunakan gula merah dan terigu, semacam bolu kering.
- Apang
Kue ini juga menggunakan terigu dan gula, tetapi gula yang digunakan merupakan gula pasir.
- Kue Cucur
Nah ini hampir sama ya dengan kue cucur seperti yang ada di Jawa Barat.
Selain diperkenalkan dengan beberapa makanan di atas, kami juga diajarkan cara membuatnya lho. Untuk menghasilkan kue dan makanan di atas dibutuhkan feeling dan kesabaran saat mengolahnya, pantas saja rasanya enak karena dibuat dengan hati. Waktu semakin bergulir, setelah dari rumah Bapak Camat, kami langsung menuju Gunung Klabat. Di sana sudah menanti deretan Pisang Goroho untuk dinikmati *what? Makan lagi?*.
Nikmatnya Pisang Goroho di Puncak Gunung Klabat
Tiba di Gunung Klabat, semua peserta langsung berhamburan menuju pinggir bukit *hati-hati jatuh*. Memang indah sih pemandangannya, sekali lagi saya mengatakan sungguh eksotis berkat bukit yang hijau dan udara yang sejuk. Walaupun saat itu sudah mulai dingin, saya masih saja kuat tanpa menggunakan jaket, mungkin karena jiwanya sudah bersatu dengan alam ya hehe.
Oke, di meja sudah ada deretan Pisang Goroho untuk dinikmati dengan menggunakan Sambal Bakasang dan Sambal Roa kalau tidak salah. Lho kok menggunakan sambal? Iya karena pisang ini merupakan varietas lokal yang memiliki rasa tawar dan tidak manis sehingga cocok untuk dinikmati oleh penderita diabetes.
Saya jadi ingat dengan Pisang Bebe yang ada di Ternate ketika mengunjungi Ternate awal tahun ini. Bedanya dengan Pisang Goroho, Pisang Bebe dinikmati dengan ditemani air gula aren plus jahe dan kacang kenari yang dikenal dengan nama Air Guraka.
Yak, menikmati Pisang Gorohonya sudah selesai, kami langsung menuju lokasi selanjutnya untuk makan malam *what makan lagi?* dan kembali ke hotel untuk beristirahat.
Jelajah Gizi Minahasa masih akan berlanjut di hari kedua yang tidak kalah serunya. Sebagai bocoran, di hari kedua kami akan melakukan bakti alam lho *eh udah tau ding ya*. Oke, berlanjut ke postingan selanjutnya ya.
Marrysa Tunjung Sari says
nicely done!
evrinasp says
Thank you mbak 😀
tia shintiyani says
sambelnya woww banget,, mauuuu kayanya bikin nafsu makan hehehehe…..
evrinasp says
bisa dibuat sendiri kok itu
Ery Udya says
Bingung mau komentar apa. Yang jelas Amazing banget, Mbak Ev..
evrinasp says
haha makasih ya
geLintang says
Serunya bisa jalan-jalan sambil makan-makan, dapet ilmu, dibayarin pula. Aku paling suka klapertaart dari manado mbak,, enyakkk
evrinasp says
ini juga karena pas rejeki, tadinya malah hampir gak ikutan
Ranny says
Yasalam asli kangen Manado baca tulisan ini 🙁 ikan Nike itu hanya ada di Manado hiks hiks..
Sedikit correct mbak *maaaf*, dabu-dabu saja 😀 karena dabu-dabu = sambal hehehe.. Itu dabu-dabu iris kami bilangnya.
Cucur, kolombeng huaaa
evrinasp says
oh bilangnya dabu-dabu aja ya, waktu di sana dikasih tambahan sambal hehe, makasih mbak
Haryadi Yansyah | Omnduut.com says
Itu ikan Nike mirip banget sama tampilan pempek kulit Palembang. Hayo next jelajah kuliner di Palembang mbak 🙂
evrinasp says
ke palembang sudah sekali, nagih banget empek2 Palembangnya 😀