Last Updated on October 7, 2023 by evrinasp
Pagi hari cuaca saat itu cukup cerah. Tampak seorang pemuda sedang berjalan di area perumahan yang terletak di Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung. Ada yang unik dari pemuda berkaos putih dan bercelana coklat panjang tersebut. Dia mengenakan caping layaknya petani sambil mendorong bak troli roda satu. Pemuda tersebut membawa troli ke area perumahan untuk menghampiri beberapa masyarakat yang sedang menunggunya. Sambil bergegas, Ia kemudian mendatangi mereka untuk mengambil bahan berharga. Bahan ini bukanlah sembarang bahan, melainkan sebuah peracik emas hitam yang sangat bermanfaat bagi keberlangsungan bumi.
Sampah dapur, sampah dedaunan, dan rerumputan, adalah bahan peracik emas hitam, sebuah kata kiasan pengganti kata kompos. Bahan tersebut diambil dari masyarakat untuk diolah lebih lanjut menjadi kompos. Dengan sigap, pemuda itu langsung mengambil dan membawanya ke lahan kebun yang tak jauh dari perumahan. Kebun itu bernama Kebun Tani Berdaya yang merupakan kebun komunal dengan luasan 680 meter persegi. Di sana sudah menunggu beberapa orang lainnya untuk meracik bahan alami menjadi kompos sambil melakukan pemeliharaan tanaman yang ada di kebun.
Seni Tani dan Gerakan Urban Farming Secara Holistik
Mengubah sampah organik menjadi kompos termasuk ke dalam program Daur Tani yang menjadi bagian dari Seni Tani. Pada awalnya sekelompok pemuda yang tergabung ke dalam Seni Tani melihat suatu permasalahan sampah yang ada di masyarakat. Sampah tersebut cenderung dibuang atau dibakar sehingga sangat mengganggu lingkungan.
Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat ini memang menjadi potensi masalah apabila tidak ditanggulangi. Berdasarkan data dari Dinas Perumahan dan Permukiman yang dipublikasikan oleh Open Data Jabar menyebutkan bahwa produksi sampah di Kota Bandung merupakan yang tertinggi dibanding kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Barat. Angkanya mencapai 1529 ton per hari pada tahun 2021. Kemudian berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa produksi sampah menurut jenisnya di Kota Bandung pada tahun 2020 (dengan data terupdate pada tanggal 23 Maret 2021) menyebutkan bahwa sebanyak 44,51% berasal dari sisa makanan dan daun yang sebenarnya dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.
Berangkat dari hal tersebut, komunitas yang memiliki tag-line ‘kenali sepenuh hati, selaras dalam kolaborasi’ bekerja sama dengan ketua RT dan RW setempat untuk mengambil sampah organik yang sudah dipilah agar dapat diolah menjadi kompos. Kompos yang dihasilkan selanjutnya akan berguna bagi kebun sayur organik yang dikelola oleh Seni Tani sebagai sumber nutrisi alami bagi tanaman.
“Kami melaksanakan pertanian regeneratif yang memperhatikan keberlangsungan lingkungan. Kami berusaha mengurangi jejak karbon dengan mengolah sampah organik menjadi kompos. Kompos ini akan memberikan kesuburan pada tanah yang menjadi tempat hidup mikroorganisme penambat karbon, sehingga dapat membantu mengurangi efek rumah kaca” kata seorang pemudi bernama Vania yang mengenakan baju hijau berkerudung coklat pada webinar Tempo Community Hub x SATU Indonesia Awards.
Pendapat Vania selaras dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa apabila sisa-sisa hijauan digunakan dengan benar, maka dapat memberikan kontribusi secara signifikan terhadap penyerapan C, menghemat emisi gas rumah kaca, sehingga menghasilkan pertanian yang menguntungkan dan ramah lingkungan. Rata-rata potensi penyerapan C tanaman dilaporkan sebesar 6343,7 kg C ha-1, dimana 4030 kg C ha-1 berasal dari produk yang dapat dimakan dan 2313,6 kg C ha-1 dari residu tanaman yang disimpan di lapangan (Korres, et. al., 2023). Hasil penelitian ilmiah tersebut telah membuktikan bahwa pertanian regeneratif yang dicanangkan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan terutama dalam hal mengurangi jejak karbon.
Selain program Daur Tani yang mendukung pelaksanaan pertanian regeneratif, pada Seni Tani juga terdapat sistem CSA atau Community Supported Agriculture untuk mendistribusikan hasil panen dari Kebun Tani Berdaya. Sistem ini dapat memberikan kepastian pendapatan bagi petani muda yang terlibat pada pengusahaan sayuran organik di kebun Tani Berdaya. Di sisi lain, masyarakat sebagai anggota CSA, dapat memperoleh sayuran sehat dengan harga yang adil dan terjamin asal-usulnya. Setiap anggota CSA akan membayar biaya berlangganan di awal bulan untuk mengoptimalkan operasional bertani di Kebun Berdaya. Sebagai imbalan, pada bulan berikutnya masyarakat yang menjadi anggota akan mendapatkan hasil panen sayuran yang diantarkan secara langsung oleh Seni Tani.
Lahan tanam Seni Tani sendiri saat ini terbagi menjadi dua dengan pembagian separuh lahan berfungsi sebagai kebun komunal untuk 97 anggota yang aktif berkebun dan separuh lagi dikerjakan oleh dua orang pemuda setempat yang menjadi petani urban dengan pendapatan tetap.
Untuk menambah gerakan urban farming secara holistik, Seni Tani juga memiliki program bernama Tani Bestari yang memberikan edukasi mengenai pertanian regeneratif kepada masyarakat khususnya pemuda kota. Melalui program ini diharapkan semakin banyak pemuda kota yang mau berprofesi sebagai petani kota dengan menerapkan pola urban farming, sekaligus membantu mewujudkan ketahanan pangan di Kota Bandung. Selain melakukan budidaya sayuran ala urban farming, para pemuda kota juga dilatih pengolahan sampah organik menjadi kompos.
Begitu terangnya kegiatan Seni Tani tentu tidak lepas dari peran orang-orang di dalamnya, termasuk sosok pencetus lahirnya gerakan yang dapat mengurangi jejak karbon ini. Gerakan ini ternyata lahir dari sosok perempuan inspiratif yang mampu melihat permasalahan menjadi solusi bermanfaat.
Belajar dari Vania Febriyantie, Sosok Inspiratif di Balik Seni Tani
Professor Emil Salim dalam artikel yang berjudul 1000 Gagasan Pembangunan Ekonomi Tanpa Merusak Lingkungan menyebutkan bahwa pembangunan tidak berlangsung dalam kehampaan alam karena alam memiliki berbagai ragam ekosistem alami yang berfungsi sebagai life-support system. Karena itu kegiatan pembangunan harus memperhitungkan dampak jejak pembangunan pada ekologi lingkungan yang harus berada di bawah kapasitas bio dan life support system.
Gagasan tersebut diaminkan oleh gadis kelahiran tahun 1993 di Lhokseumawe bernama Vania Febriyantie yang percaya bahwa kemakmuran berasal dari tanah yang subur, sehingga mampu memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Vania adalah sosok inspiratif di balik Seni Tani. Ia merupakan lulusan jurusan Biologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Jauh sebelum Seni Tani berdiri, Ia telah mendirikan Akaran Garden yang berangkat dari kecintaannya akan lingkungan.
Gadis penggemar bunga warna-warni ini juga merupakan koordinator program dan pendiri Komunitas 1000Kebun. Melalui Program NGE-RUK, Vania dan timnya mengadakan kegiatan bulanan untuk mempromosikan berkebun organik dan mendorong kedaulatan pangan melalui pertanian perkotaan. Saat ini, Komunitas 1000Kebun aktif di grup WhatsApp sebagai wadah untuk berbagi informasi, pengalaman, dan cerita. Sekitar 750 anggota telah bergabung dari Bandung, luar pulau Jawa, dan bahkan luar negeri.
Kegiatan Vania terus berlanjut. Pada tahun 2017, Ia mendirikan marketplace bernama Warung Sehat 1000Kebun. Melalui marketplace ini, Vania mendorong akses yang mudah bagi konsumen untuk mendapatkan produk lokal yang sehat dengan menggunakan perdagangan yang adil dan menguntungkan petani organik skala kecil serta UMKM hijau.
Tiga tahun kemudian, gadis yang concern terjadap sustainable food system ini mendirikan Seni Tani untuk memperluas visinya. Bersama tim, Seni Tani dikelola sebagai gerakan menuju pertanian regeneratif di daerah perkotaan yang tidak hanya memperkenalkan produk lokal yang sehat, tetapi juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan agar bumi tetap lestari.
Aktivitas Seni Tani dimulai di tengah pandemi Covid-19. Aktivitas ini memang dimaksudkan sebagai jawaban terhadap situasi ekonomi yang melambat akibat pandemi untuk memberi ide penciptaan lapangan kerja sekaligus mewujudkan ketahanan pangan. Melalui Seni Tani, Vania bersama tim telah membuktikan bahwa untuk mulai berkebun tidak harus selalu menggunakan lahan yang luas. Lahan tidur milik Pemerintah Kota Bandung akhirnya berhasil dimanfaatkan sebagai kitchen garden. Berkat kegigihan seorang istri dari suami bernama Galih tersebut, Vania Febriyantie memperoleh penghargaan istimewa sebagai Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2021 Kategori Khusus: Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi Covid-19.
“Ketika saya mulai menelaah isi makanan, ternyata banyak juga ya bahan-bahan artifisial yang sebetulnya sangat merusak tubuh kita sendiri. Nah mulai sejak itu saya mulai mencoba urban farming di pekarangan rumah untuk ditanami berbagai sayuran dan sampai hari ini akhirnya saya tidak beli sayuran lagi di pasar” kata Vania saat menjelaskan alasan mengapa Ia tertarik dengan urban farming.
Aktivitas yang dilakukan oleh Vania rupanya memancing keinginan ketua RT setempat untuk melakukan kerja sama mengelola lahan tidur yang ada di sekitar perumahan. “Pak RT ini singkat cerita kenal dengan saya yang suka menanam, jadi pak RT mengajak apakah bisa bekerja sama mengelola lahan tidur yang ada” ungkap Vania menjelaskan maksud dari kerja sama yang diutarakan oleh ketua RT setempat.
Gadis yang telah mengenyam Short-Course Sustainable AgriFood System di Australia ini kemudian melihat bahwa kolaborasi ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat luas sehingga tawaran tersebut Ia terima. Kolaborasi ini juga telah sesuai dengan salah satu mimpi dari komunitas yaitu memberikan akses pangan yang dekat dengan perkotaan melalui pemanfaatkan lahan tidur yang ada.
Lahan tidur yang dimanfaatkan oleh Seni Tani merupakan lahan fasilitas umum yang cukup luas dan membutuhkan pemeliharaan. Ketika Seni Tani menyanggupi untuk mengelola lahan tersebut, rupanya pemerintah kota juga mendukung, karena gerakan yang dilakukan oleh Seni Tani searah dengan program lingkungan yang sedang dijalankan oleh pemerintah. “Apalagi yang menggerakkan ini adalah anak-anak muda, jadi alhamdulillah sampai sekarang lahan ini kami kelola terus dan setiap minggunya panen, lalu disebarkan hasilnya ke warga sekitar” kata Vania menjelaskan dukungan berbagai pihak untuk Seni Tani.
Dukungan bagi Seni Tani terus berlanjut ketika Vania mencetuskan sistem CSA karena sistem ini memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, baik konsumen maupun petani itu sendiri. Diakui oleh Vania, di berbagai negara sudah banyak yang menerapkan advanced payment seperti di Jepang dan beberapa negara di Eropa. Ia mengatakan bahwa petani konvensional umumnya menghadapi beberapa masalah di antaranya kesulitan mendapatkan pelanggan, sulit mendistribusikan hasil panen, atau permasalahan harga yang tidak stabil. Oleh karena itu, CSA menjadi salah satu solusi yang dapat ditawarkan guna mengatasi permasalahan tersebut.
Seni Tani mencoba menjelaskan kepada warga bahwa sistem CSA ini berupa berlangganan di awal musim tanam sebagai investasi untuk bisa menanam berbagai macam sayuran sesuai permintaan pelanggan. Seni Tani membuat semacam forum untuk menjelaskan bagaimana sistem CSA ini kedepannya. Dari kegiatan tersebut, Seni Tani telah berhasil mengumpulkan sebanyak 25 orang pelanggan yang memberikan investasi kecil setiap bulannya untuk kegiatan pertanian. “Biaya yang terkumpul dari para pelanggan akan dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kegiatan pertanian termasuk juga membiayai operasional anak muda yang kami berdayakan yang awalnya belum menjadi petani, sekarang sudah menjadi petani kota di kebun kami” kata Vania menjelaskan manfaat dari program CSA Seni Tani.
Pemberdayaan Masyarakat untuk Ketahanan Pangan, Jejak Karbon Berkurang, Pendapatan Terbilang
Meminimalisir jejak karbon melalui sistem pertanian regeneratif adalah upaya langsung yang dilakukan oleh Vania bersama Seni Tani. Apabila dulu masyarakat di perumahan sering membakar sampah atau membuangnya begitu saja, kini sampah tersebut telah diolah menjadi kompos. Kompos yang dihasilkan kemudian dikembalikan ke lahan agar tanah perkotaan yang awalnya miskin unsur hara, menjadi bernutrisi.
Menariknya, Vania sebagai Director Seni Tani tidak terpaku pada satu sisi saja. Ia bersama tim juga pernah mengolah kotoran kuda menjadi kompos karena lokasi perumahannya dekat dengan area pacuan kuda. Hanya saja penggunaan kotoran kuda sebagai bahan pembuatan kompos tidak dilanjutkan karena menimbulkan bau kurang sedap yang dikhawatirkan dapat mengganggu warga di sekitar perumahan. Namun, ide untuk mengeksplorasi tidak berhenti di situ saja. Gadis yang menjadikan sang bunda sebagai gurunya ini, kembali mencari referensi dan menemukan bahwa ampas kopi dapat diolah menjadi kompos.
“Ternyata ampas kopi kaya akan nitrogen, apalagi di Kota Bandung ini lagi happening banget yang namanya coffee shop. Akhirnya kami menghubungi pemilik coffee shop dan ternyata selama ini ampas kopinya dibuang” kata Vania menjelaskan langkah mereka bermitra dengan coffee shop. Dari langkah tersebut, akhirnya terdapat 20 coffee shop yang menjadi mitra untuk mendapatkan ampas kopi. Pemilik coffee shop terbantu dalam menangani permasalahan ampas kopi, Seni Tani pun mendapatkan kesempatan lebih jauh dalam mengolah ampas menjadi kompos.
Vania yang memiliki keinginan untuk selalu upgrade diri ini memiliki harapan agar kompos yang disebarkan ke tanah dapat menutrisi tanah sehingga kaya akan unsur hara dan mikroorganisme. “Nah mikroorganisme ini salah satunya fungi, mereka berperan selain menyuburkan tanah juga menambat karbon dari udara dan menyimpan karbon di dalam tanah sehingga secara langsung dapat mengurangi efek global warming” kata Vania melanjutkan perbincangan, masih dalam suasana webinar.
Upaya meninimalisir jejak karbon pada pertanian regeneratif yang dilaksanakan oleh Vania bersama timnya ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barbier (2020) yang menyebutkan bahwa sistem pertanian dan pangan yang ramah lingkungan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan kesehatan masyarakat, serta meningkatkan kapasitas dan potensi keluaran sistem pertanian di masa depan.
Sistem pertanian regeneratif yang dilakukan oleh Vania bersama tim juga berdampak pada segi sosial, sebab Seni Tani juga telah melebarkan sayapnya ke lingkungan RW lainnya. Melalui kegiatan pemberdayaan bersama pemuda setempat, Vania telah menginisiasi ketersediaan akses pangan di lingkungan RW tersebut. Pada wilayah yang ternyata berupa lingkungan dengan padat penduduk, terdapat masalah terkait akses pangan. Pada wilayah itu, terdapat anak-anak yang mengalami stunting, sementara para ibu sulit untuk mengeluarkan ASI. Akhirnya Vania dan Seni Tani mencoba menginisiasi gerakan bersama untuk memanfaatkan lahan tidur yang ada di sekitar mereka. Setelah dilakukan observasi, ternyata lahan tidur yang dimiliki cukup luas dan berdekatan dengan bantaran sungai. Seni Tani kemudian merombak lahan tersebut menjadi kebun pangan agar masyarakat dapat memiliki akses pangan.
Apabila jejak karbon berkurang dan ketahanan pangan terjaga, bagaimana dengan pendapatan?
Vania menjelaskan bahwa program CSA yang digadang oleh Seni Tani membuat pendapatan menjadi terbilang karena pelanggan dan petani sama-sama diuntungkan. Para pelanggan tentu memperoleh pendapatan yang terbilang berupa asupan gizi dari sayuran segar dan sehat yang dikirim setiap minggunya. Sementara itu para petani juga memperoleh pendapatan dari hasil panen kebun tanpa harus memikirkan pasar.
Vania menjelaskan bahwa urgensi adalah hal yang membuatnya terus optimis mengembangkan Seni Tani. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dalam melakukan tindakan, ketika seseorang sudah mengetahui reason why-nya, maka akan membuat orang tersebut tidak memiliki alasan lagi untuk menunda. Itu sebabnya, Ia dan Seni Tani telah berhasil mengembangkan Kebun Tani Berdaya yang semula hanya memiliki luasan 5 meter persegi, menjadi 680 meter persegi dalam kurun waktu 2 tahun saja.
“Saya mengajak teman-teman untuk melihat semua yang ada di sekitar, ada masalah apa, ayo kita mulai observasi dan lihat potensinya, saya yakin banget kalau masalah yang ada di sekitar pasti solusinya juga ada di sekitar kita” tutup Vania mengakhiri sesi webinar saat itu.
Vania dan Pembangunan Berkelanjutan
Profesor Emil Salim dalam tulisan berjudul Paradigma Pembangunan Berkelanjutan menyebutkan bahwa pembangunan konvensional telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi gagal dalam aspek sosial dan lingkungan. Sebabnya karena pembangunan konvensional meletakkan ekonomi pada pusat persoalan pertumbuhan, dan menempatkan faktor sosial serta lingkungan pada posisi yang kurang penting. Kondisi ini menunjukkan perlunya model pembangunan berkelanjutan yang dapat menghasilkan keberlanjutan dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan secara bersamaan dalam tiga jalur pertumbuhan yang terus bergerak maju.
Paradigma yang telah disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia ini secara nyata telah dilaksanakan oleh sosok seorang gadis yang memiliki berjuta mimpi. Vania bersama Seni Tani telah melaksanakan pembangunan berkelanjutan meskipun baru dimulai pada skala regional melalui kawasan perumahan. Ia dan Seni Tani telah memberikan kontribusi yang positif terhadap pembangunan berkelanjutan karena tidak hanya menjadikan sektor ekonomi sebagai tujuan, namun juga menyelaraskan kebermanfaatan sosial bagi masyarakat, serta keberlangsungan lingkungan di masa depan.
Vania dan Seni Tani telah membuktikan bahwa untuk memulai sesuatu yang besar dapat dimulai dari hal yang kecil terlebih dahulu. Berawal dari menelaah sumber makanan yang sehat, akhirnya mampu memberdayakan masyarakat yang secara sosial membantu mewujudkan ketahanan pangan. Ditambah dengan menyelaraskan keberlangsungan lingkungan dengan mengurangi jejak karbon yang hasilnya dapat memberikan pendapatan bagi petani dan masyarakat.
Nyala pembangunan berkelanjutan dari kota: jejak karbon berkurang, pendapatan terbilang.
Referensi:
Azis, Iwan J. dkk. (Editor). (2010). Pembangunan Berkelanjutan, Peran dan Kontribusi Emil Salim. PT Gramedia.
Badan Pusat Statistik. (2021). Produksi Sampah Menurut Jenisnya di Kota Bandung, 2020. [Online]. Tersedia pada: https://bandungkota.bps.go.id/statictable/2021/03/23/1457/produksi-sampah-menurut-jenisnya-di-kota-bandung-2020.html [diakses 2 Oktober 2023].
Barbier, E.B. (2020). Greening the Post-pandemic Recovery in the G20. Environ Resource Econ, (76), 685–703 (2020). https://doi.org/10.1007/s10640-020-00437-w
Channel YouTube Seni Tani: https://www.youtube.com/@senitanibandung4505
Databoks. (2022). Sampah Harian Warga Kota Bandung Terbanyak se-Jawa Barat. [Online]. Tersedia pada: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/02/sampah-harian-warga-kota-bandung-terbanyak-se-jawa-barat [diakses 2 Oktober 2023].
Media Sosial Seni Tani (Instagram: @kamisenitani)
Profile LinkedIn Vania Febriyantie: https://id.linkedin.com/in/vania-febriyantie-454551b0
Nicholas E. Korres, Anoop Singh, Shiv Prasad. (2023). Chapter Four – Agricultural residues management: Life cycle assessment implications for sustainable agricultural practices and reduction of greenhouse gases emissions. Advances in Agronomy, (180), 197-226. https://doi.org/10.1016/bs.agron.2023.03.003
Salim, E. Pembangunan Berkelanjutan. Madani
Dimzboy says
sangat menarik
evrinasp says
Terima kasih
Burhan says
Selamat dan sukses ya??
evrinasp says
Terima kasih