Last Updated on September 25, 2021 by evrinasp
Haiii gaessss……..kalau kalian punya singkong dan ubi jalar di rumah, biasanya diolah menjadi apa?
Jawaban terbanyak yang saya temui adalah singkong dan ubi tersebut hanya digoreng atau direbus saja.
Singkong goreng memang enak, apalagi kalau bumbu ketumbar dan bawang putihnya benar-benar meresap ke dalam singkong yang empuk, rasanya maknyus banget.
Tetapi nih karena diolahnya cukup sederhana alias hanya digoreng atau direbus saja, membuat singkong dan ubi terkesan menjadi pangan yang biasa saja atau terkesan ‘ndeso’. Padahal kalau diolah lebih lanjut, kedua komoditas berbasis umbi-umbian tersebut dapat memiliki citra rasa yang lebih nikmat sehingga membuat dirinya naik kelas.
Ini nih yang membuat masyarakat Cikarawang bangga akan pangan lokal dari desanya karena mereka berhasil membuat ubi jalar dan singkong naik kelas. Selain mendukung diversifikasi pangan lokal, ubi jalar dan singkong yang mereka produksi juga ramah lingkungan lho.
Begini ceritanya.
Cikarawang, Desa Penghasil Umbi-Umbian dari Bogor
Desa Cikarawang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Desa ini memiliki luas lahan pertanian sebesar 114,27 ha dengan luas pengusahaan untuk komoditas ubi jalar sebesar 21 ha dan singkong sebesar 3 ha (data diolah dari Programa BPP Dramaga 2021). Meskipun di Kecamatan Dramaga menjadi sentra umbi-umbian khususnya ubi jalar, namun pengusahaan ubi jalar dan singkong di Desa Cikarawang terbilang unik karena pengusahaannya tidak hanya di sisi hulu saja (budidaya tanaman) melainkan juga di sisi hilirnya (pasca panen).
Untuk ubi jalar utamanya dikelola oleh Kelompok Tani (Poktan) Hurip yang mengusahakan ubi jalar putih dan kuning. Ubi jalar segar dihasilkan oleh Poktan Hurip untuk disalurkan ke perusahaan yang sudah MoU dengan mereka. Tidak hanya itu, Poktan Hurip juga menyalurkan ubi jalar segar ke pasar induk yang ada di Jakarta.
Satu kelompok lagi yang ada di Desa Cikarawang bernama Poktan Setia yang mengusahakan singkong. Poktan Setia memproduksi singkong segar yang hasil panennya disalurkan ke perusahaan pembuat plastik biodegradable, pabrik tepung aci, dan juga ke pasar tradisional.
Nah yang membuat pengusahaan kedua komoditas ini cukup berhasil di desanya adalah kedua kelompok ini menerapkan budidaya tanaman yang ramah lingkungan ala petani Cikarawang.
Budidaya Ubi Jalar dan Singkong Ramah Lingkungan ala Poktan di Cikarawang
Dalam melaksanakan proses budidaya ubi jalar dan singkong, baik Poktan Hurip maupun Poktan Setia sama-sama menjalankan usaha taninya dengan memperhatikan prinsip teknologi PTT atau Pengelolaan Tanaman Terpadu yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Paket teknologi PTT ini berprinsip bagaimana menjalankan usaha tani dengan memperhatikan keberlangsungan hidup lingkungan di sekitar.
Mengapa seperti itu? karena dengan menjaga keberlangsungan lingkungan hidup dapat berkontribusi dalam memelihara keanekaragaman yang ada di Indonesia, baik itu keanekaragaman komoditas pangan lokalnya, maupun keanekaragaman ekosistem pendukungnya, seperti flora dan fauna yang juga turut andil dalam usaha tani.
Misalnya dengan menjalankan prinsip PTT dalam usaha budidaya tanaman yang salah satu pointnya adalah pengendalian hama terpadu atau PHT. Dengan menerapkan PHT maka dapat membantu memelihara keanekaragaman fauna di lingkungan usaha tani, yaitu musuh alami yang dapat membantu mengendalikan hama penyerang tanaman budidaya.
Tidak hanya itu, PHT juga mengajarkan untuk menjaga flora pendukung usaha tani di sekitar lahan pertanian seperti tanaman bunga-bungaan revujia sebagai rumah musuh alami, serta flora lainnya yang memang disediakan alam untuk mengendalikan hama penyakit. Contohnya adalah tanaman mindi, babadotan, mimba, dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan sebagai bio-pestisida.
Intinya dengan menjaga keberlangsungan lingkungan hidup di lahan budidaya, secara tidak langsung berkontribusi dalam memelihara keberlangsungan keanekaragaman sumber pangan dan semua unit pendukungnya untuk Indonesia.
Nah, berkat usaha yang dilakukan oleh Poktan Hurip dalam usaha budidaya ubi jalar, kelompok tani ini telah berhasil mendapatkan Sertifikasi Prima 3 dari Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) Provinsi Jawa Barat. Sertifikat Prima 3 adalah adalah penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman di konsumsi. Sebelum menuju ke sertifikasi prima ini, Poktan Hurip harus sudah menerapkan GAP atau praktik petanian yang baik, SOP dan registrasi kebun.
Selanjutnya, sebelum membahas tentang keanekaragaman pangan lokal dan diversifikasi pangan, yuk kita simak video singkat yang telah saya buat untuk menggambarkan keanekaragaman pangan lokal dari Desa Cikarawang termasuk upaya mendukung diversifikasi pangan.
Diversifikasi Pangan Lokal Berbasis Umbi-Umbian, Ubi dan Singkong Naik Kelas
Bicara tentang diversifikasi pangan, kita perlu tau nih keanekaragaman pangan lokal Indonesia yang membanggakan. Dilangsir dari Road Map Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti Beras 2020-2024 Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, diketahui bahwa Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di dunia dalam keragaman hayati.
Setidaknya terdapat 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu-bumbuan yang dimiliki Indonesia.
Data tersebut menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan pangan lokal sangat terbuka luas. Bahkan di dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dan peraturan pemerintah Nomor 17 tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, telah mengamanatkan tentang diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras dan terigu.
Nah, hal inilah yang dilakukan oleh kelompok tani di Desa Cikarawang dalam mempertahankan pangan lokal dari desanya yang berbasis ubi jalar dan singkong. Apabila tadi kita sudah berkenalan dengan Desa Cikarawang dan bagaimana Poktan Hurip serta Poktan Setia dalam melakukan proses budidaya yang ramah lingkungan, sekarang saya akan menceritakan tentang kisah kelompok tani tersebut dalam usaha membuat ubi dan singkong naik kelas. Upaya ini juga dalam rangka mendukung diversifikasi pangan, karena kita semua tau bahwa diversifikasi pangan adalah kunci ketahanan pangan.
Semua itu berawal dari keresahan para pengurus kelompok tani yang melihat ubi dan singkong berukuran kecil atau tidak sesuai kriteria pasar banyak terbuang di lahan saat panen. Petani memang membawa sisa hasil panen yang tidak terangkut pasar tersebut untuk dikonsumsi sendiri. Tetapi masih ada sisa umbi yang terbuang begitu saja di lahan.
Dari situ para pengurus kelompok kemudian mendapatkan ide untuk mengolah umbi yang tidak terangkut tersebut menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah. Dengan bantuan berbagai pihak akhirnya kedua kelompok tersebut mampu mengolah ubi dan singkong menjadi produk turunan berupa tepung.
Poktan Hurip mengolah ubi jalar putih menjadi tepung dari sisa ubi yang tidak terangkut pasar namun masih memiliki kualitas baik untuk diolah menjadi sumber pangan. Usaha Poktan Hurip ini cukup membantu mengurangi ubi yang tersisa dari hasil panen. Tidak hanya itu, para petani juga mendapatkan tambahan pemasukan dari ubi yang disetorkan kepada kelompok untuk diolah menjadi tepung tersebut.
Tidak berhenti di situ, Poktan Hurip kemudian bekerja sama dengan Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati yang menghasilkan brownies serta cookies ubi jalar. Dengan begitu, produk diversifikasi pangan ubi jalar tidak berhenti di tepung saja, melainkan menjadi produk pangan siap makan yang lezat serta bergizi.
Tidak jauh berbeda dengan Poktan Hurip, Poktan Setia juga mengolah singkong menjadi tepung mocaf. Seperti Poktan Hurip, keberadaan Poktan Setia dalam mengolah umbi singkong menjadi tepung juga turut membantu menambah pemasukan para petani. Singkong yang tidak terangkut pasar karena tidak sesuai kriteria dapat dibeli oleh Poktan Setia untuk selanjutnya diolah menjadi tepung mocaf.
Nah, usaha Poktan Setia tidak berhenti hanya di tepung mocaf saja. Hasil tepung mocaf ini kemudian diolah lebih lanjut menjadi produk siap konsumsi berupa Mie Mocaf. Siapapun yang ingin free gluten dan ingin tetap mengkonsumsi mie, dapat menggunakan mie mocaf ini.
Kemudian seperti Poktan Hurip, Poktan Setia juga bekerja sama dengan KWT di sekitar. Tepung mocaf diolah lebih lanjut menjadi aneka kue di tangan KWT Mawar berupa nastar mocaf. Saya sudah mencobanya lho dan rasanya tidak kalah dengan nastar berbahan terigu. Tepung mocaf juga diolah menjadi aneka keripik di tangan KWT Dahlia yang mengolah tepung tersebut menjadi pangsit mocaf dan stik singkong.
Produk Cikarawang adalah salah satu dari keanekaragaman pangan lokal Indonesia berbasis umbi-umbian. Saking ingin mendukung berlangsungnya keanekaragaman pangan lokal, petani di Cikarawang juga mengembangkan umbi-umbian lainnya seperti talas dan juga porang, keren kan?
Baiklah, ubi dan singkong akhirnya kini sudah naik kelas. Kalau dulu terlihat biasa saja, sekarang menjadi luar biasa, dan tentunya ini bikin bangga apalagi diproduksinya dengan penuh cinta, dari para petani untuk Indonesia tercinta.
Referensi:
Road Map Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti Beras 2020-2024. 2020. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Data Monografi Kecamatan Dramaga. 2021. BPP Wilayah V Dramaga, Kabupaten Bogor.
Leave a Reply