Last Updated on July 29, 2016 by evrinasp
Saat ini pemerintah sedang menggalakan swasembada pangan melalui upsus pajale (upaya khusus pajale). Beberapa daerah yang berpotensi dalam mendukung upsus ini mendapatkan paket bantuan guna mendukung peningkatan produksi pangan. Upaya ini sebagai salah satu langkah pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan hingga tercapainya kondisi swasembada pangan.
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pada tahapan ini tidak diperhitungkan apakah pangan tersebut bersumber dari dalam negeri atau luar negeri, yang terpenting adalah kebutuhan pangan hingga tingkat individu dapat terpenuhi.
Berbeda dengan Kemandirian Pangan yang merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dari upaya swasembada pangan saat ini. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Apabila tahapan kemandirian pangan ini sudah dapat dipenuhi oleh suatu negara, maka tahapan selanjutnya adalah terciptanya kedaulatan pangan dimana suatu negara secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya demi kesejahteraan masyarakat.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan. Namun masih ditemukan berbagai permasalahan yang membuat upaya ini perlu mendapatkan perhatian lebih. Menurut Priyanto (2014) terdapat beberapa isu kritis mengenai ketahanan pangan yang harus kita hadapi, diantaranya adalah:
- Masih tingginya impor pangan dengan tren yang terus meningkat. Besar impor pangan merupakan indikator yang menunjukkan adanya potensi kerawanan pangan nasional.
- Ketersediaan lahan untuk pertanian yang semakin menyusut. Laju konversi lahan pertanian tidak dapat dihentikan bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan pesatnya laju pertambahan penduduk.
- Rendahnya diversifikasi pangan. Sentralisasi pangan terhadap beras, justru menyebabkan Indonesia masuk pada jebakan pangan (food entrapment).
- Rendahnya akses masyarakat miskin terhadap pangan. Kemiskinan berkorelasi erat dengan tingkat pendapatan yang rendah. Pendapatan masyarakat yang rendah menyebabkan daya beli masyarakat terhadap pangan juga menjadi rendah.
Lalu bagaimana caranya agar kebutuhan pangan dapat terpenuhi mengingat permasalahan yang ada sangatlah kompleks? Salah satu solusi yang dapat menjawab permasalahn tersebut adalah dengan memaksimalkan potensi yang ada melalui bantuan teknologi terkini. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang belum digunakan dengan optimal diantaranya adalah potensi lahan tidur di luar area konservasi, potensi lahan pekarangan, serta memanfaatkan integrasi antara usaha pertanian dengan kehutanan. Upaya ini kemudian disebut sebagai Agroforestry.
Menurut Chozin (2014) Agroforestri adalah sistem pengelolaan lahan secara terpadu antara tanaman penghasil kayu (kehutanan) dan tanaman agronomi (pangan, perkebunan, hortikultura) yang berkelanjutan. Sistem ini juga disebut sebagai wanatani, hutan pertanian, hutan desa atau hutan masyarakat.
Salah satu instansi yang sudah menjalankan praktek ini adalah Perum Perhutani dengan mengelola hutan di Pulau Jawa melalui sistem tumpang sari. Praktek agroforestry yang telah dilaksanakan oleh perhutani berupa pemanfaatan lahan hutan dibawah tegakan tanaman kayu/tanaman keras dengan ditanami berbagai macam komoditas seperti:
- Tanaman semusim: Padi, Jagung, Kedelai, Singkong, Kacang-kacangan dll
- Umbi-umbian: Porang, Temulawak, Garut, dll
- Tanaman Tahunan: Kopi, Jeruk, Salak, Jambu Batu dll
- Tanaman obat: Seledri Jepang
- Atsiri: Nilam, Sereh
Dari praktek tersebut diperoleh hasil yang memuaskan sebagai berikut:
Selain membantu dalam pemenuhan kecukupan pangan, Agroforestry juga memberikan manfaat lainnya. Hal ini diungkapkan oleh Vergara (1982, dalam Nurheri 2014) bahwa praktek Agroforestry memberikan manfaat terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial, diantaranya adalah:
Manfaat Ekologis Umum
- Mengurangi tekanan penduduk terhadap hutan
- Siklus zat hara akan lebih efisien
- Perlindungan yang lebih baik pada ekosistem daerah hulu
Manfaat ekologis secara khusus
- Mengurangi laju aliran permukaan, pencucian zat hara tanah dan erosi
- Peningkatan unsur hara tanah
- Perbaikan struktur tanah
Manfaat ekonomi yang nyata bagi petani:
- Peningkatan dan penyediaan hasil
- Mengurangi timbulnya kegagalan panen secara total
- Memantapkan dan meningkatkan pendapatan petani
Manfaat sosial dari agroforestry
- Perbaikan standar hidup petani karena ada pekerjaan yang tetap dan pendapatan yang lebih tinggi
- Perbaikan nilai gizi dan tingkat kesehatan petani
- Perbaikan sikap masyarakar dalam cara bertani melalui sistem peggunana lahan yang tetap
Selain membantu peningkatan kebutuhan pangan, sistem agroforestry juga turut serta membantu mengembalikan kelestarian alam sehingga tercipta hubungan simbiosis mutualisme antara alam dengan manusia. Jika praktek ini dilaksanakan dengan optimal tentu akan memberikan manfaat positif baik bagi alam itu sendiri maupun masyaraat hutan yang hidup di sekitarnya.
Tulisan ini disarikan dari materi Seminar Nasional Agroforestry di IPB 11 Oktober 2014
Sumber Informasi:
Chozin, M. A. 2014. Peran Ekofisiologi Tanaman dalam Pengembangan Agroforestry. Disampaikan dalam Acara Seminar Nasional Agroforestry di IPB 11 Oktober 2014.
Nurneni. 2014. Materi Agroforestry. Disampaikan dalam Acara Seminar Nasional Agroforestry di IPB 11 Oktober 2014.
Priyanto, H. 2014. Kontribusi Agroforestry dalam Menyelamatkan Hutan dan Ketahanan Pangan Nasional: Praktek di Perum Perhutani. Disampaikan dalam Acara Seminar Nasional Agroforestry di IPB 11 Oktober 2014.
http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php
Ani Berta says
Sangat berwawasan nih, jarang2 ada yg mengulas masalah pangan.
Makasih sharingnya Ev….terkait hal ini, saya sangat setuju dengan ketahanan pangan. Jangan sampai tergantung impor dan ukuran kemakmuran suatu daerah sebaiknya tak dikuru seberapa mampu membeli beras, sumber karbohidrat lainnya seperti talas, jagung, singkong dll bisa dibududayakan juga.
Tapi ya Indonesia gituloh, belom makan disebutnya kalo belum makan nasi hahaha…tapi aku gak gitu orangnya :p
evrinasp says
makasih teh, ini hanya menyarikan saja kok, sudah lama pengen ditulis eh malah ngontes mulu ehhe, makanya ikutan tantangan 20 hari menulis, jadinya saya harus dan kudu bisa nulis yg sesuai tujuan ngeblog, ya gitu deh teh, kita keburu memberasnisasikan jadinya kalo kekurangan beras jadi panik, padahal ada sumber karbo yg lain yg bisa kita konsumsi juga
yati rachmat says
Mbak Evri, asyik baca postingan seorang Pakar. Btw itu seledri Jepang, apa memang segitu lebarnya? Ada gak ya di Swalayan? Keknya enak tuh kalo dilalap, gres-gres-gres…garing dan renyah.
evrinasp says
di swalayan saya belum nemu bunda, di tempat saya juga belum ada, soalnya itu ditanam di daerah yg ditinggi, di tempat saya dataran kabeh bun
Lidya says
Indonesia itu subur, ada baiknya semua di pasaok dari dalam negeri ya. Maaf lahir batin ya. Maaf baru bisa bw lagi
evrinasp says
wah sama2 ya mbak, saya juga belum bw ke mbak, ini baru mau, iya semoga Indonesia bisa maju terutama dalam hal pangan
Lusi says
Selalu mikir, lahan perumahan makin rakus, gimana kebutuhan pangan kita terpenuhi? Terjawab disini. Semoga programnya sukses.
evrinasp says
aamiin, iya mbak sebenarnya kita punya banyak lahan potensial namun minim pemanfaatan
mahfuzh tnt says
Memang penjelasan dari ahli selalu berbeda.. Lengkap samapai undang-undangnya juga.. Hebat!
Aku rasa agroforestry ini memang harus segera dipraktekkan mengingat semakin lama lahan untuk pangan semakin berkurang akibat pembangunan rumah2 penduduk yang terus bertambah. Tapi itu pendapat orang awam sih, aku nggak tau apa2.. 😀
evrinasp says
saya bukan ahli kok, hanya mensarikan lagi ke dalam bentuk tulisan yg lebih ringan, iya kita memang harus jeli memanfaatkan segala potensi yang ada ditengah-tengah tergerusnya sumber daya lahan
icha pista says
wahhh harusnya pemerintah lebih memikirkan ini ya mba, secara setiap hari kita butuh makanan. Lahan bebas harusnya tak dipakai hanya untuk perumahan atau gedung2 saja ya.
evrinasp says
sebaiknya sih jangan menanam perumahan saja, tanam juga yang hijau2, tai dana pemerintah juga terbatas untuk menjaga lahan
Rifa Aditya says
kalau budidaya di hutan gag bingung ya, ini tanah milik siapa? hehe
evrinasp says
ya gak boleh asal nyaplok juga, lihat2 dulu itu hutan yang dilindungi atau boleh digarap
Rifa Aditya says
kalau boleh digarap, langsung bs digunakan kah gitu?
evrinasp says
belum tau juga sih, kebanyakan harus izin setempat dulu ya, setelah itu sepertinya boleh, kalo yg ditulisan ini kan bekerjasama dengan Perhutani
Asgar Taiyeb says
Tulisan ini cukup bagus membahas Agroforestri. Tampilan blognya keren. Sukses selalu buat penulisnya.
evrinasp says
sama-sama terimakasih ya semoga bermanfaat