Dulu, sebelum pindah dan bekerja di Bogor, saya menetap di Sindang Laut, Cirebon. Saya menemani suami yang bekerja di salah satu perusahaan gula yang ada di Cirebon. Kami mendapat fasilitas berupa rumah dinas yang dapat ditinggali selama bekerja di sana. Sayangnya saya kurang sreg dengan rumah tersebut karena berupa bangunan tua peninggalan Belanda yang besarnya lebih dari sekedar rumah.
Sejak pertama kali melihat rumah tersebut, saya langsung bergidik dalam hati. “Nomor 12A?” tanya saya dalam hati. Lalu saya melihat ke rumah di sebelahnya yang memiliki nomor 14. Itu artinya tidak ada rumah nomor 13 yang berganti menjadi nomor 12 A. Bukankah menurut legenda nomor 13 itu angka sial?. Meskipun begitu saya tetap positif thinking dan masuk ke dalam rumah.
Rumah dinas ini sama seperti bangunan peninggalan Belanda pada umumnya. Memiliki bangunan yang cukup tinggi, banyak jendela yang juga menjulang tinggi, lorong pintu di dalam rumah, keramik peninggalan zaman dulu hingga ruang menuju bawah tanah. Ruang bawah tanah Ev? Iya ruangan menuju ke bawah lebih tepatnya meski tidak terlalu ke bawah tanah karena bangunan utama di design lebih tinggi seolah ada ruang di belakang menuju ke bawah.

Nomor 12 A, tidak ada nomor 13
Nah, sewaktu saya ke sana dengan keluarga (ceritanya masih minta diantar sama orang tua waktu pindahan karena takut di rumah Belanda) kami melihat ke arah ruangan tersebut. Oleh penghuni sebelumnya, ruangan bawah tersebut disegel dengan kayu dan ditutup menggunakan gorden dari luar. Mama saya penasaran lalu melihat ke arah ruangan tersebut, menurut mama di dalam ruangan terdapat beberapa pakaian yang ditumpuk begitu saja. Karena sudah lama, maka pakaian tersebut penuh debu dan dikelilingi oleh sarang laba-laba. Setelah diceritakan seperti itu, saya tidak mau deh melihatnya. Rupanya ruangan ini dulu digunakan untuk kamar pembantu bagi para tuannya.
Kemudian saya mengamati lagi, pintu ke kebun belakang dari arah dapur yang juga disegel kayu. Kalau disegel berarti kita tidak boleh membukanya, maka kalau mau ke kebun belakang saya dapat melalui pintu samping yang ada di dekat kamar mandi. Sayangnya rumah sebesar ini hanya memiliki satu kamar mandi sementara banyak kamar kosong dengan pintu yang menyambung satu sama lain.

Pintu hijau ke arah halaman belakang yang disegel
Seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa rumah ini memiliki banyak pintu. Jadi setiap kamar memiliki dua pintu yang menghubungkan antara ruangan satu dengan ruangan lain. Pintunya besar terbuat dari kayu yang kekar dan di atasnya terdapat ventilasi udara tempat keluar masuknya angin. Nah, walaupun rumah ini memiliki atap yang tinggi serta banyak jendela, namun udara di lingkungan tersebut tetap saja panas dari pagi hingga malam. Maklum, Cirebon kan dekat pantai, jadi tetap saja udaranya kurang sejuk.
Baiklah sekarang kita beranjak ke cerita horornya. Semua bermula ketika kedua orang tua saya sudah kembali ke Bogor. Saya tinggal di rumah dinas bersama anak, suami dan juga adik yang ikut menemani hingga saya berani sendiri.
Pada suatu pagi, saya meminta untuk membukakan pintu belakang yang ada di dapur. Memang dasar saya orangnya penasaran ingin lihat seperti apa sih di belakang sana. Akhirnya pintu yang tersegel tersebut terbuka. Angin masuk sepoi-sepoi dari arah belakang membuat udara di rumah menjadi sejuk. Setelah suami berangkat kerja, tinggallah saya, adik dan anak di rumah.
Untuk menghidupkan suasana, kami menyalakan televisi dengan volume yang cukup keras, membuka jendela dan pintu. Mengapa kami melakukan ini? Karena walaupun siang hari, suasana rumah terlihat sunyi dan sepi. Hal ini terjadi karena rumah dinas yang kami tempati berada di deretan rumah paling belakang dan jarang berpenghuni. Semakin menjadi-jadi dong ya perasaan takutnya. Jujur, saya memang takut tetapi tidak mengatakan apa-apa karena ada adik yang menemani.

Pintunya tinggi semua
Kemudian menjelang siang hari, anak saya tiba-tiba duduk menghadap ke arah pintu dapur. Saya diberitau adik, mengapa Alfi yang saat itu masih berusia 7 bulan ketawa sendiri, tepuk tangan dan seolah merajuk meminta digendong ke arah pintu dapur. Dari situ saya dan adik mulai merinding. Kami berdua langsung membawa Alfi ke luar rumah dan duduk di teras sambil menunggu suami datang.
Menjelang istirahat, suami langsung pulang ke rumah dan izin tidak kembali lagi ke kantor untuk menemani kami yang sedang mengalami ketakutan. Suami saya memang orangnya cuek, dia tidak terlalu khawatir dan menyangka hanya imajinasi saya saja.
Namun, kekhawatiran saya terbukti setelah pukul 9 malam, Alfi tiba-tiba menangis terus, badannya demam dan muntah. Dia meronta seperti sedang merajuk. Akhirnya kami berinisiatif untuk pindah tidur ke ruang tamu yang ada di depan menjauhi dapur. Saya dan adik ikut menangis melihat Alfi yang terus teriak. Akhirnya selelah beberapa kali membaca Alquran dan meminta doa dari orang rumah, sekitar pukul 22.30 dia sudah mulai tenang. Saya tidak bisa tidur sejak itu dan terus mengawasi Alfi yang terlihat sesak nafas.

Rumah dinas peninggalan belanda nomor 12 A yang kami tempati
Paginya, kami langsung membawa Alfi ke dokter. Dokter mengatakan kalau Alfi harus dirawat karena terkena ISPA, nafasnya sesak, batuk-batuk dan demam. Di satu sisi saya bersyukur Alfi dirawat di rumah sakit karena artinya saya bisa menjauhkan Alfi dari rumah tersebut, di satu sisi lagi kami kasihan melihatnya yang masih bayi mendapatkan perawatan jarum infus.
Akhirnya, kami memutuskan untuk kembali membawa Alfi ke Bogor dan tidak lagi tinggal di sana hingga saat ini. Saya trauma sekali melihat Alfi seperti itu dan tidak mau lagi menginjakkan kaki ke rumah itu.

Akhirnya harus dirawat di rumah sakit sejak kejadian malam sebelumnya
Ternyata setelah saya sudah tinggal di Bogor, mama baru memberi tau bahwa sebenarnya sejak malam pertama menginap di sana, mama sudah merasakan hal yang aneh. Malam pertama, mama terbangun sekitar jam 3 pagi (karena mama biasa bangun pada jam tersebut). Tetapi mama terbangun karena mendengar suara orang mandi dari kamar mandi yang ada di dekat dapur. Setelah mama menuju kamar mandi tersebut ternyata lantai kamar mandi kering tidak ada bekas orang di situ. Mama kemudian menengok ke kamar saya dan melihat kami masih tidur di sana, begitu juga dengan adik.
Rupanya memang sejak awal rumah itu sudah berpenghuni. Menurut orang yang dapat “melihat”, katanya di rumah tersebut ada penunggu seorang nenek tua. Nenek tua itu menyukai Alfi dan ingin menggendongnya. Percaya atau tidak, waallahualam. Tetapi itulah cerita saya dengan bangunan tua peninggalan Belanda. Makanya saya kurang suka menginap di rumah berinterior peninggalan Belanda karena memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan. Cukup sekali saja dan jangan sampai terulang kembali.
Pakde Cholik
evrinasp
andre
evrinasp
Dani
evrinasp
Winny Widyawati
Amir
Amir
evrinasp
evrinasp
@eviindrawanto
evrinasp
Mak irul
evrinasp
leeviahan
evrinasp
Khoirur Rohmah
evrinasp
Amir
evrinasp
Irawati Hamid
evrinasp
Herva yulyanti
evrinasp
Mas Ukky
evrinasp
Tri Wahyuni Zuhri
evrinasp
Julia
evrinasp
lianny hendrawati
evrinasp
Ika Puspitasari
evrinasp
Sally
evrinasp
Aisyah As-Salafiyah
evrinasp
Witri Prasetyo Aji
evrinasp
Ety Abdoel
evrinasp
Sie-thi Nurjanah
evrinasp
Rotun DF
evrinasp
niezye
evrinasp
Triani Retno A
Tatit
Lia Harahap
lia lathifa
Beautyasti1
Yurmawita
Anjar Sundari
Anggarani Ahliah Citra
evrinasp
Ria
evrinasp
archa bella
evrinasp
wylvera
evrinasp
nova violita
evrinasp
Florensi Mellia
evrinasp
Florensi Mellia
evrinasp
El Nurien
evrinasp
ade anita
evrinasp
Nia Haryanto
evrinasp
andyhardiyanti
evrinasp
simpel
evrinasp
Dwina
evrinasp
sulis
evrinasp
Ririe Khayan
evrinasp
Mbak Avy
evrinasp
Hilda Ikka
evrinasp
Desy Yusnita
evrinasp
Rima
evrinasp
Tanti Amelia
evrinasp
Rina
evrinasp
rita asmaraningsih
evrinasp
Susindra
evrinasp
Anne
evrinasp
nur rochma
evrinasp
Yusuf
Adriana Dian
fitri anita
evrinasp
Ika Koentjoro
evrinasp
atanasia rian
evrinasp
Mia
evrinasp
fajar herlambang
evrinasp
inayah
evrinasp
Melly Feyadin
evrinasp
oka nurlaila
evrinasp
Aireni Biroe
evrinasp
Salman Faris
evrinasp
Eko Nurhuda
evrinasp
Istiadzah Rohyati
evrinasp
ENDANG PARIASIH
evrinasp
Gandhes
evrinasp
anoeg
evrinasp
Mohyiyi Abas
Alice
evrinasp
andre
evrinasp
DewiRizkiArya
evrinasp
DewiRizkiArya
evrinasp
DewiRizkiArya
evrinasp
Dimas prakoso
evrinasp
elia barasila