Last Updated on September 22, 2019 by evrinasp
Tahun 2007 hingga 2010 adalah tahun yang penuh kenangan. Di sana, di sebuah kota kecil bernama Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur adalah saksi sejarah perantauan saya dalam mencari rejeki dan berpetualang di daerah orang. Saya senang sekali berada di sana, sampai sekarang saya masih ingin kembali mengunjungi Pare yang sangat bersahabat itu.
Tahun 2007 ketika menginjakkan kaki di Pare, saya layaknya orang baru yang masih beradaptasi. Tidak hanya makanan, saya pun beradaptasi dengan budaya local khas Pare yang ramah dan agak sedikit bercampur dengan logat Kota Malang dan Surabaya. Beruntung saya memiliki dua orang teman yang juga ikut merantau di Pare yaitu Fajar dan Yudhi. Seminggu pertama berada di Pare kami baru sadar bahwa kehidupan di sini jauh berbeda seperti Bogor tempat kami berasal. Di Bogor kami dengan mudah wara-wiri dari satu sudut ke sudut yang lain dengan menggunakan angkutan kota (angkot) atau kereta. Tetapi di Pare berbeda, angkot jarang sekali lewat. Saya pernah menunggu angkot hingga satu jam lamanya sampai bosan sendiri dan akhirnya berjalan kaki dari kantor menuju kosan yang jaraknya lumayan jauh.
![](https://evrinasp.files.wordpress.com/2014/12/picture212.png)
Bersama Fajar dan Yudhi teman seperjuangan dari Bogor
Seminggu kemudian, Fajar dan Yudhi memutuskan untuk mengambil motor di Pare dan jadilah mereka resmi menjadi warga Pare dengan memiliki motor berplat nomor AG. Lalu bagaimana dengan saya ya? Saya sih mudah aja, nebeng sama Fajar atau Yudhi kalau ke kantor. Saya juga gak repot kalau mau keluar makan, karena pasti bareng dengan mereka berdua. Tapi saya pernah kesusahan juga, waktu itu saya pulang agak malam sampai kelaparan lantaran menunggu Fajar dan Yudhi kembali dari lapangan. Beberapa kali saya merasakan seperti itu, namanya juga numpang jadi nurut aja tho.
Saya pernah menceritakan hal ini kepada Bapak yang kebetulan waktu itu menelpon saya. Sayapun mengutarakan pendapat hendak mengambil motor di sini, tapi menurut Bapak hal tersebut tidak perlu dilakukan karena belum tentu saya akan selamanya di Pare. Hmmm benar juga ya, akhirnya saya masih menjadi penumpang di motornya Fajar atau Yudhi, untungnya dua sahabat saya itu dengan sukarela memberikan tumpangan, maklum kita senasib sepenanggungan di tanah orang.
Hingga suatu hari Bapak mengabarkan akan ke Pare menengok anak pertamanya yang manis ini. Ternyata Bapak tidak datang sendiri namun bersama sebuah motor yang waktu itu dikirim melalui jasa pengiriman menggunakan sepur atau kereta. Bapak sengaja membawa motor itu jauh-jauh dari Bogor untuk saya gunakan di Pare. Wuihhh senang sekali saya waktu itu karena akhirnya saya memiliki motor sendiri untuk wara-wiri di Pare, dan inilah motor itu Sang Legenda yang sampai saat ini saya rawat dan tak boleh berpindah tangan ke siapapun:
![](https://evrinasp.files.wordpress.com/2014/12/picture42.png)
Sang Legenda
![](https://evrinasp.files.wordpress.com/2014/12/picture32.png)
Saya sewaktu menjadi Rider di Jatim, lokasi di Pantai Putih Trenggalek
Legenda Astrea yang dirakit tahun 2002 ini meluncur mulus di jalanan Pare. Bapak sempat mengajarkan saya untuk beradaptasi dengan Sang Legenda sebelum akhirnya kembali pulang ke Bogor. Motor Legenda yang akhirnya saya panggil dengan nama Blacky ini menjadi penciri khas kehadiran saya karena pada saat itu saya adalah satu-satunya orang di sekitar Pare yang memiliki motor berplat nomor B. kalau saya lewat atau mampir ke warung pasti orang-orang bertanya seperti ini: “asalipun mbak saking Jakarta nggih?” dan sayapun menjawab nggih untuk memudahkan karena waktu itu saya masih belum lancar berbahasa Jawa. Ada satu lagi penciri khas keberadaan saya berkat Sang Legenda yaitu keunikan plat nomornya yaitu B 6010 UE. Saya baru sadar dari teman yang membacanya menjadi *maaf* be go lu, kalau teman saya tidak mengatakan hal tersebut pasti saya tidak akan sadar.
At least motor ini benar-benar melegenda di Pare, meskipun tergolong motor berumur tua, mesinnya masih kuat ketika dibawa ke Gunung Kelud, motor ini juga yang menemani saya wara-wiri dari Pare-Kediri untuk menyelesaikan Akta 4. Benar-benar motor kenangan, makanya setelah memiliki motor yang baru, saya tidak serta merta menjualnya. Sang Legenda saya kembalikan ke pemilik awal, yaitu Bapak tersayang. Kamipun sepakat untuk tidak menjualnya ke siapapun. Sang Legenda tetap menjadi bagian keluarga kami hingga saat ini dan dialah Kado Terindah yang pernah saya dapatkan karena diberikan dari Bapak tersayang dan menorehkan kenangan indah ketika saya berada di tanah perantauan.
Terimakasih Sang Legenda…..
Keren ah si bpk. Terharu. Salut. Pasti surprise banget waktu itu y mak. Slm bwt sang legenda mak, 😉
Iyah mak bapak kuh baik banget nganterin legenda jauh2 ke kediri. Legenda masih ada d rumah kami
legenda pasti sudah memiliki banyak pengalaman dgn mbak Evrina juga 🙂
Iyah dia mah motor kenangan hehe
Pare …
Ini dekat kampung alm. bapak saya …bapak saya kelahiran ngGurah, Kediri.
Kota ini juga terkenal kampung Inggrisnya ya ?
Sukses di perhelatan Pungky ya ..,
Salam saya
(19/1 : 7)
salam kembali Om Her, iyah Gurah kediri saya hapal, kampung Inggris itu di Tulung Rejo Om, makasih ya
Legenda…. ingat motor yang satu ini. Sudah lama tidak melihatnya di Jepara. hihi….
Semoga sukses ngontesnya mbak.
makasih mak susindra, di jepara udah ga ada kayanya, di sini masih ada lho mak
Lo mak evrina ini s.pd to? Kok sekolah akta 4 juga #lostfocus :p
Sukses ngontesnya mak ^^
haha dulu ambil akta 4 sebelum resign pengen ngajar, ceritanya ga mau nganggur gitu hehe
kan bener aku, motor hehe…bahagianya dibeliin motor ya Ev 🙂
hehe iya dame, alhamdulillah tau ajah si bapak saya lagi kesusahan waktu merantau
waaah… senangnya ya mak, bapaknya begitu perhatian dan tahu keinginan anaknya 🙂
Alahmdulillah mak, Mak ikutan GA saya yuk hehe
motornya udah 13 tahun ya berarti sekarang.. udah remaja donk.. hehe
iyah bukan tua lagi ya mita hehe
barang yg penuh kenangan memang susah untuk dilepas ya mba 🙂 seperti laptop pemberian bapak saya, udah rrusak masih setia jadi penghuni lemari mau diperbaiki belum sempet
iya mak barang pemberian orang tua itu penuh kesan, sayang kalau dilepas begitu aja
Hai Mak…
Makasih banget yaa sudah ikutan Giveaway Kado Terindah. Semoga menang! 😀
Salam,
Pungky
aamiin, semoga dilirik sama Mak Kandi hehe