Last Updated on October 2, 2024 by evrinasp
Siang hari menjelang sore terlihat seorang bapak berjalan dengan langkah tegap menuju balai desa. Menyusul di belakangnya beberapa orang tampak antusias mengikuti langkah tersebut.
Bapak itu bernama Abah Jaka. Dia adalah seorang petani di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur. Meskipun usianya sudah tidak lagi muda, bapak berkacamata ini masih semangat menjalani harinya sebagai petani. Ada yang membuatnya antusias siang itu, abah yang terlihat supel ini akan bertemu dengan sosok pemuda bersama pihak yang menurutnya mampu memberikan peluang bagi petani. Matanya berbinar penuh harap pada mereka yang datang dengan membawa misi.
Pihak tersebut bernama Rumah Petani Indonesia. Mereka adalah offtaker yang membawa misi mulia hingga rela datang ke Cianjur selatan untuk membawa secercah harapan bagi para petani di Agrabinta. Melalui Rumah Petani Indonesia, Abah Jaka tertarik untuk mengembangkan butiran emas yang menyatu dalam kelobot bernama jagung tersebut. Abah tak perlu pusing untuk memasarkan hasil panennya, karena Rumah Petani Indonesia siap untuk menampung hasil panen komoditas yang memiliki nama latin Zea mays tersebut.
Lalu siapakah Rumah Petani Indonesia?
Rumah Petani Indonesia adalah salah satu pihak yang peduli akan keberlanjutan pertanian di Indonesia. Meskipun bergerak dalam lingkup regional di Jalan Raya Jamali Nomor 118 Mande Cianjur, Rumah Petani Indonesia telah mampu menjadi pelopor Asosiasi Petani Jagung Cianjur demi mewujudkan Cianjur swasembada jagung 2025.
Rumah Petani Indonesia, Harapan Baru Bagi Petani
Berangkat dari keprihatinan akan arus urbanisasi yang membuat para pemuda meninggalkan desa demi mencari secercah harapan di kota. Sementara Cianjur sendiri memiliki potensi tanah yang subur, membuat Rumah Petani Indonesia hadir untuk memberikan harapan baru bagi pertanian di Cianjur.
Kabupaten Cianjur memang dikenal sebagai daerah penghasil padi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2024) menyebutkan bahwa Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten penyumbang produksi padi tertinggi keempat di Jawa Barat pada tahun 2023 sebesar 650.123 ton. Namun, kabupaten ini juga memiliki potensi tanaman jagung untuk dikembangkan. Hal ini dibuktikan dengan luasan panen jagung yang mencapai 4.047 hektar pada tahun 2023 (Open Data Cianjur, 2024).
Melihat potensi tersebut, Rumah Petani Indonesia tergerak untuk mengembangkan dunia pertanian khususnya pada komoditas jagung di kabupaten yang terletak di sebelah selatan Indonesia ini. Rumah Petani Indonesia mengajak para petani khususnya petani milenial agar dapat bergerak bersama membangun desa melalui sektor pertanian sehingga dapat menekan arus urbanisasi. Mereka meyakini bahwa perpindahan para pemuda ke kota dapat memberikan dampak seperti tidak berkembangnya desa karena peluang yang ada tidak termanfaatkan dengan baik. Selain itu adanya urbanisasi juga dapat memberikan dampak lingkungan di kota seperti semakin padatnya kota dan peningkatan polusi.
Asumsi Rumah Petani Indonesia ini selaras dengan Aini (2022) yang menyebutkan bahwa urbanisasi telah memunculkan sejumlah persoalan baru, antara lain munculnya indikator kemiskinan di perkotaan, ketimpangan pendapatan per kapita, pengangguran, kriminalitas, polusi udara dan suara, perluasan kawasan kumuh, dan lain-lain. Akibat dari proses urbanisasi, baik jumlah kendaraan bermotor yang meningkat maupun jumlah industri yang berkembang menyebabkan masalah polusi di sebagian besar kota di Indonesia.
Selain permasalahan tersebut, hal lain yang menjadi concern bagi Rumah Petani Indonesia adalah persoalan regenerasi petani. Regenerasi petani menjadi visi yang diemban oleh Rumah Petani Indonesia. Apabila usaha di sektor pertanian dipandang sebagai hal yang menarik, maka regenerasi pertanian di Cianjur tetap terjaga.
“Pemuda milenial tidak perlu jauh ke kota atau ke pabrik karena dari pertanian saja sudah menguntungkan. Kalau pemuda lulusan pertanian mau tanam jagung atau lainnya maka akan lebih sejahtera tinggal di desa daripada ke kota” kata Setya, founder Rumah Petani Indonesia.
Melestarikan lahan pertanian agar tidak terjadi alih fungsi lahan juga menjadi perhatian dari Rumah Petani Indonesia. Melalui kerjasama dengan memanfaatan lahan kosong pemerintah, memanfaatkan lahan hak guna usaha (HGU), atau lahan perorangan yang belum termanfaatkan dapat membuat area pertanian tetap terjaga dan secara tidak langsung diharapkan dapat membantu mengatasi polusi.
Bagian yang terpenting adalah sebuah cita-cita yang ingin dicapai oleh Rumah Petani Indonesia yaitu membawa Cianjur swasembada jagung di tahun 2025. Misi ini bukanlah dari sebuah omong kosong belaka, namun berangkat dari potensi dan kondisi yang ada mengingat luas tanam jagung cukup besar di Kabupaten Cianjur.
Cita-cita ini juga sejalan dengan road map pengembangan jagung nasional yang telah disusun oleh Kementerian Pertanian yang menargetkan Indonesia menjadi lumbung jagung dunia dan eskportir jagung nomor tujuh terbesar di dunia pada tahun 2045. Untuk mencapai hal tersebut, telah diproyeksikan agar swasembada jagung dan stabilisasi kebutuhan jagung domestik dapat tercapai pada tahun 2016-2024. Sedangkan pada tahun 2025-2034 diproyeksikan tercapainya swasembada yang berkelanjutan serta dilakukannya ekspor jagung (Sulaiman et.al., 2018).
Apalagi tanaman jagung merupakan salah satu komoditas yang sangat mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh pada berbagai jenis lahan. Tanaman yang mulai diperkenalkan ke Indonesia pada abad ke-16 ini dapat menyesuaikan diri secara mudah dengan lingkungan, sekalipun di luar daerah tropis. Sehingga para petani pemula yang tidak memiliki basic pertanian sebenarnya mampu untuk menanam komoditas ini. Tidak seperti komoditas padi atau hortikultura, tanaman jagung cenderung lebih mudah beradaptasi dan membutuhkan perawatan yang tidak terlalu rumit.
Meskipun lahan untuk pengembangan jagung ini cukup jauh, sekitar 5-8 jam jika dihitung dari pusat Kabupaten Cianjur, Rumah Petani Indonesia tetap yakin dalam menjalankan misinya. Pada awalnya Rumah Petani Indonesia memberikan sosialisasi terlebih dahulu terkait pengembangan jagung serta kemitraan yang dapat dilakukan bersama petani. Kemudian apabila petani tertarik untuk bergabung, Rumah Petani Indonesia akan memberikan pendampingan dalam hal budidaya hingga penanganan pascapanennya.
Kemitraan yang dilakukan selanjutnya yaitu membeli hasil panen jagung dari petani dengan harga yang tidak merugikan petani. Untuk memudahkan berbagai pihak, Rumah Petani Indonesia juga melibatkan koperasi di desa maupun di kecamatan sebagai pintu masuk bagi petani yang membutuhkan support pupuk maupun benih jagung. Apabila ada petani yang membutuhkan kedua sarana tersebut, maka Rumah Petani Indonesia akan menyalurkannya melalui koperasi.
Untuk mengatasi lahan yang jauh dari wilayah operasional, Rumah Petani Indonesia juga bekerja sama dengan pengepul di wilayah kemitraan. Tentu saja tidak sembarang pengepul yang dapat menjadi mitra. Para pengepul ini harus sejalan dengan misi yang dijalankan terutama dalam hal kesepakatan harga yang tidak merugikan berbagai pihak terutama bagi para petani.
Berkat usaha yang dilakukan oleh Rumah Petani Indonesia, jumlah petani yang sudah bergabung sejak tahun 2019 mencapai 800 orang petani. Selain itu, Rumah Petani Indonesia juga berhasil menjalin kemitraan dengan petani di kabupaten lain seperti Subang dan Sukabumi untuk pengembangan jagung. Usaha ini membuahkan hasil, karena dari banyak petani yang sudah bergabung dengan Rumah Petani Indonesia, beberapa petani sudah mampu mandiri menanam jagung tanpa memerlukan bantuan pupuk dan benih lagi. Mereka sudah mampu menjual hasil panennya kepada Rumah Petani Indonesia secara mandiri.
Apa yang digaungkan oleh Rumah Petani Indonesia ini sesuai dengan fakta kondisi perekonomian Cianjur berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dari hasil laporan PDRB, lapangan usaha yang memberikan peran dominan terhadap PDRB Cianjur pada tahun 2023, yaitu Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 32,31 persen. Apabila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Cianjur tahun 2023, Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 1,19 persen. Selain itu struktur perekonomian Cianjur pada tahun 2023 didominasi oleh Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 32,31 persen (Badan Pusat Statistik, 2024).
Melihat data tersebut, dapat dikatakan bahwa perjuangan yang dilakukan telah membuahkan hasil. Dimulai sejak tahun 2019, Rumah Petani Indonesia telah menjadi harapan baru bagi pertanian di Cianjur. Melalui jagung, petani bersama Rumah Petani Indonesia mampu memberikan sumbangsih terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyedia lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan. Semua ini tak lepas dari jerih payah dan usaha berbagai pihak, salah satunya adalah sosok inspiratif penggerak Rumah Petani Indonesia.
Setya Gustina Riwayat, Sosok Inspiratif di Balik Rumah Petani Indonesia
“Banyak orang yang tidak mau berproses dan tidak mau gagal, padahal proses dan gagal adalah tangga menuju sukses” tulis Setya pada halaman media sosial Rumah Petani Indonesia.
Kalimat tersebut memberikan gambaran akan perjuangan Setya Gustina Riwayat, sosok inspiratif di balik Rumah Petani Indonesia. Berbagai tantangan harus Setya hadapi terutama dalam hal meyakinkan para petani serta para pemuda desa bahwa bertani jagung itu menjanjikan. Setya sendiri telah mengembangkan komoditas jagung dari nol sejak kepulangannya kembali ke Cianjur.
Pemuda asal Cianjur ini memiliki pengalaman dalam hal korporasi yang memang linier dengan pendidikannya di Akademi Pimpinan Perusahaan. Sebelum memutuskan untuk kembali ke daerah, Setya telah menjadi asisten dosen selama 3 tahun di Jakarta. Masa muda Setya juga diisi dengan bekerja pada event organizer di Jakarta dan Bogor yang membuatnya piawai dalam menghadapi berbagai karakter masyarakat. Setya kemudian memutuskan untuk kembali ke Cianjur setelah menetapkan pilihan pada pujaan hatinya yang juga berasal dari Cianjur.
Selepas pulang kembali ke Cianjur, lantas tidak membuat pemuda yang berusia 31 tahun ini berdiam diri. Berkat pengalamannya dalam berorganisasi, Setya dapat melihat secara jeli potensi yang ada pada tempat kelahirannya ini.
“Di Cianjur mayoritas pertanian. Keluarga saya sebenarnya dari petani, ada yang tanam cabai, ada yang punya perkebunan teh di Cianjur bagian selatan. Dari situ sudah bisa membiayai anak-anak. Saya jadi terpikir ya sudah kembangkan pertanian saja” kata Setya melalui video teleconference menceritakan awal mula berkecimpung di dunia pertanian.
Setya yang mengaku tidak memiliki basic pertanian ini mencoba mencari peluang di sektor pertanian. Dia berpikir kalau di Cianjur itu dikenal sebagai lumbung padi dan juga aneka sayuran. Ayah dengan satu orang anak ini akhirnya memutuskan untuk tampil berbeda dengan mengusahakan budidaya jagung yang dimulai pada tahun 2019 lalu.
“Akhirnya saya coba jagung tapi salah tanam karena inginnya tanam jagung manis. Ternyata yang saya tanam itu jagung hibrida dan saya baru sadar setelah 40 hari tumbuh” kata Setya menceritakan pengalamannya menanam jagung di awal usaha.
Direktur dari Rumah Petani Indonesia yang hobi bermain sepak bola ini tidak putus asa meski dia tahu bahwa terdapat kesalahan di awal usahanya. Sambil menunggu panen, dia kemudian berkeliling ke pasar-pasar dan beberapa tempat yang membuat dia sadar bahwa di Cianjur ini lebih banyak memproduksi jagung manis daripada jagung hibrida. Padahal pangsa pasar jagung hibrida sebagai sumber pakan ternak di Provinsi Jawa Barat ini justru banyak di Kabupaten Cianjur. Sebab, di kabupaten yang terkenal akan berasnya ini memiliki kurang lebih 30 kandang peternak ayam yang membutuhkan jagung pakan kurang lebih 5000 ton/bulan.
Dari situ, pemuda yang mengaku sebagai seorang dreamer ini merasa bahwa kesalahan yang dia lakukan di awal justru mendatangkan keberkahan. Setya bersama tim Rumah Petani Indonesia kemudian membuat purchasing order bekerjasama dengan koperasi dan petani untuk pemenuhan jagung hibrida ini. Melalui usahanya tersebut, Setya berhasil melakukan panen perdana yang dihadiri oleh Bupati Cianjur, beberapa tim dari PT Pupuk Indonesia, Kementerian Pertanian, hingga akhirnya menginisiasi turunnya program ketahanan pangan pertama di Cianjur.
“Jadi booming se-Kabupaten Cianjur sehingga match dengan Kemenhan waktu itu tentang ketahanan pangan. Kami jadi role model penanaman jagung di Cianjur untuk kebutuhan ketahanan pangan” ungkap Setya menceritakan kesuksesan panen perdananya saat itu.
Untuk membangun iklim pertanian di Cianjur, Setya bersama Rumah Petani Indonesia secara mandiri menggunakan jasa perbankan. Ia berhasil melebarkan sayap pengembangan jagung yang awalnya hanya mengusahakan 1,5 hektar dapat naik secara bertahap ke angka 3 hektar, lalu 5 hektar, hingga terakhir 64 hektar di bawah kemitraan Rumah Petani Indonesia. Di luar itu masih ada kemitraan lain yang bergabung dengan Rumah Petani Indonesia yang mendukung penyediaan benih dan pupuk. Melihat semakin pesatnya pengembangan jagung ini, akhirnya Setya berinisiatif untuk membangun korporasi berbentuk perseroan terbatas (PT), koperasi, dan juga asosiasi.
Melalui kegigihannya dalam mengembangkan komoditas jagung, Setya berhasil mendapatkan Penghargaan SATU Indonesia Award pada tahun 2023. Setya berusaha memperkenalkan bahwa dari tongkol jagung saja sudah dapat meningkatkan kesejahteraan petani, melestarikan lingkungan, dan membangun ekosistem pangan sehingga mampu menjaga ketahanan pangan.
Menjaga Ketahanan Pangan Melalui Zea Mays
Setelah berhasil mengembangkan usahatani jagung bersama petani dan Rumah Petani Indonesia, Setya terpanggil untuk memelopori penumbuhan Asosiasi Petani Jagung Cianjur. Penumbuhan ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 67/Permentan/Sm.050/12/2016 Tentang Pembinaan Kelembagaan Petani. Di dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa Asosiasi Komoditas Pertanian adalah kumpulan dari petani, kelompok tani, dan/atau gabungan kelompok tani yang mengusahakan komoditas sejenis untuk memperjuangkan kepentingan petani.
Dalam hal penumbuhan Asosiasi Petani Jagung Cianjur, Setya memang bermaksud ingin memperjuangankan kepentingan petani terutama ketika menghadapi segala kendala dan keluhan yang terjadi di lapangan. Dengan adanya asosiasi petani jagung, ia dapat menghimpun para petani untuk menjadi petani jagung. Kegiatan Setya bersama kelompok asosiasi tersebut membuat petani tertarik bergabung yang terbukti dari penambahan luas areal tanam jagung.
Setya bersama kelompok memilih jagung untuk dikembangkan karena komoditas ini tidak terlalu banyak pesaing dan juga memiliki potensi yang sangat besar di Cianjur. Upaya yang dilakukan ini secara tidak langsung juga telah berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan melalui jagung. Sebab, jagung merupakan salah satu komoditas strategis pertanian yang diatur dalam Kepmentan Nomor 484/KPTS/RC.020.M/8/2021. Komoditas strategis yang tercantum di dalam kepmentan tersebut di antaranya padi, jagung, kedelai, cabai, bawang, tebu, dan daging sapi/kerbau. Lebih lanjut dijelaskan bahwa komoditas strategis pertanian merupakan komoditas yang bernilai ekonomi cukup tinggi untuk menjaga ketahanan pangan (stabilitas harga) agar tidak terjadi inflasi.
Sementara itu, Undang-Undang Ketahanan Pangan No.18 tahun 2012 menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Esensi dari undang-undang tersebut adalah untuk mencapai ketahanan pangan maka menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, Setya dan kelompok yakin bahwa pengembangan jagung yang dilakukan telah sejalan dengan program pemerintah dalam hal ketahanan pangan. Oleh karena itu, kelompok dan Rumah Petani Indonesia berharap bahwa kegiatan yang dilakukan dapat mewujudkan swasembada jagung di Cianjur.
Melihat karakteristik jagung hibrida, cita-cita swasembada pangan dapat dimungkinkan terjadi karena dari segi produksi, jagung hibrida dapat menghasilkan 2-3 tongkol dari satu tanaman dengan masa panen mulai dari 80 hari setelah tanam. Kemudian apabila dihubungkan dengan kesejahteraan petani, hasil penelitian yang dilakukan oleh Utomo et. al., (2022) terkait usaha tani jagung menyebutkan bahwa besarnya Revenue/Cost (R/C) usahatani jagung pada satu kali musim tanam per hektar adalah 1,91 yang artinya setiap Rp 1,- biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,91,- dan pendapatan sebesar Rp 0,91,-. Analisis usaha budidaya tanaman jagung menunjukan bahwa usahatani ini menguntungkan dan layak untuk diusahakan karena R/C > 1 yaitu 1,91.
Saat ini hasil panen jagung di Rumah Petani Indonesia telah didistribusikan ke beberapa peternakan dan perusahaan. Selain itu, Setya juga mengembangkan jagung frozen untuk konsumsi dan sudah diekspor ke luar negeri, seperti Amerika, Kuwait, Bahrain, dan Qatar. Hal tersebut menandakan bahwa salah satu esensi dari ketahanan pangan yaitu terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan telah tercapai, sehingga kegiatan ekspor dapat dilakukan.
Dari Selatan Indonesia, Membangun Ekosistem Pangan Berkelanjutan
Esensi dari mencapai kondisi ketahanan pangan mungkin telah tercapai. Namun Setya bersama Rumah Petani Indonesia dan kelompok tidak berhenti di situ saja. Apa yang sudah dicapai harus dipertahankan demi pangan yang berkelanjutan. Dari selatan Indonesia, Setya berusaha membangun ekosistem pangan yang berkelanjutan dengan membuat jejaring dari mulai budidaya hingga hasil panen yang termanfaatkan tanpa adanya sisa.
Pada saat proses budidaya jagung, Setya mengajak para petani untuk melaksanakan proses budidaya yang memperhatikan keberlangsungan lingkungan. Petani diarahkan untuk lebih banyak menggunakan pupuk kandang atau pupuk hayati dibanding dengan penggunaan pupuk sintesis. Kemudian sebagai solusi cerdas sekaligus untuk menekan input biaya produksi, Rumah Petani Indonesia bekerjasama dengan peternakan dalam penyediaan pupuk organik.
“Kami bekerja sama dengan peternakan. Jadi batang jagung, daun, dan tongkol jagung itu dipakai untuk silase bahan pakan ternak. Nah, sebagai bentuk timbal balik dari peternakan tersebut, kami dikasih pupuk organik yang dikirimkan ke lahan-lahan kami” ungkap Setya terkait penggunaan pupuk organik untuk budidaya jagung.
Setya memandang bahwa usahatani jagung ini benar-benar bernilai ekonomis bagi berbagai pihak karena semua bagian dari jagung dapat termanfaatkan sehingga tidak tersisa atau zero waste. Selain untuk peternakan, hasil panen jagung juga dapat diolah lebih lanjut menjadi produk turunan seperti menghasilkan briket bonggol jagung sebagai salah satu sumber energi alternatif. Tidak hanya itu, jagung juga dapat menjadi sumber alternatif diversifikasi pangan bagi manusia karena biji jagung dapat diolah menjadi tepung jagung atau beras jagung.
“Semua dapat dilakukan dari sebuah jagung, asalkan mau bergerak” kata Setya dengan penuh semangat menceritakan idenya terkait pengembangan jagung.
Demi menjaga keberlanjutan, Setya dan Rumah Petani Indonesia konsisten mempertahankan usahatani jagung. Ini bukanlah perkara bisnis semata, tetapi lebih kepada bagaimana menjaga ketahanan pangan karena jagung termasuk ke dalam komoditas strategis nasional yang memengaruhi inflasi.
“Kalau kita tidak tanam jagung, pasokan jagung berkurang. Ini dampaknya ke peternak lokal yang tidak mampu membeli pakan konvensional yang harganya lebih mahal. Bisa jadi peternak lokal pada bangkrut atau kalaupun peternakan tetap hidup, harga daging dan harga telur lebih mahal di masyarakat. Contoh di 2023 jagung berkurang, jadi peternak beli pakan lain sehingga telur pernah mahal, daging mahal” ujar Setya menjelaskan pentingnya usahatani jagung.
Lebih lanjut pria yang menjadi anggota muda Pelaku Ekspor Indonesia ini menjelaskan bahwa Ia ingin membantu peternak lokal dan ingin tumbuh bersama sebagai pelaku ketahanan pangan di Cianjur. Setya juga kembali menegaskan bahwa dampaknya akan luas sekali ketika komoditas jagung tidak ada. Sehingga mau tidak mau maka pertanian jagung harus tetap bertahan meskipun banyak sekali tantangan yang dihadapi.
Sebagai penguat dari penjelasan yang diberikan oleh Setya, Sulaiman et.al., (2018) turut menjabarkan bahwa dalam struktur biaya produksi daging ayam, pakan merupakan bagian terbesar dari biaya produksi, yaitu mencapai 70%. Sementara porsi jagung dalam pembuatan pakan ternak khususnya ayam ras lebih dari 50%. Hal inilah yang menyebabkan mengapa permintaan jagung semakin meningkat seiring naiknya permintaan terhadap produk peternakan seperti telur, daging, dan susu. Dengan demikian terlihat bahwa pakan mempunyai peran begitu penting dalam kegiatan produksi daging ayam dan telur. Karena itu jika terjadi guncangan pada industri pakan, maka akan berpengaruh besar terhadap kinerja produksi daging ayam dibanding guncangan pada pasar input lainnya. Dengan demikian, hidup matinya industi pakan dan unggas di Indonesia sangat ditentukan kinerja produksi jagung. Artinya, ketersediaan jagung yang mencukupi dari dalam negeri menjadi sangat penting dalam menunjang berkembangnya industri pakan dan industri unggas di Indonesia.
Selain mempertahankan usahatani jagung, Setya bersama dengan tim juga memiliki visi untuk meregenerasi petani. Dia berkeyakinan bahwa jika dia tidak melakukan hal tersebut, maka suatu saat petani muda akan langka karena merasa kesulitan dalam petanian.
Upaya yang dilakukan Setya terkait regenerasi petani adalah dengan menumbuhkan kecintaan akan pertanian bagi anak-anak muda melalui kerjasama dengan SMK Negeri Pertanian Pembangunan (SMKNPP) Cianjur. Bersama Rumah Petani Indonesia, Setya memberikan bimbingan dan menjadikan lahan usahatani jagung sebagai salah satu tempat bagi para siswa untuk menimba ilmu. Dari situ, Ia berharap semoga suatu hari nanti para siswa ini dapat menjadi penerus para petani dan menjadi petani sukses di kemudian hari.
Kemudian untuk menarik perhatian para petani, pemuda yang juga berkecimpung di Koperasi Tatanen Utami Mukti ini melaksanakan percontohan usahatani jagung melalui demonstrasi plot (demplot). Demplot adalah salah satu metode terbaik untuk memperbaiki hasil yang umumnya dilaksanakan di dunia penyuluhan untuk memperoleh perubahan perilaku yang diinginkan di masyarakat pedesaan. Melalui demplot akan terjadi situasi pembelajaran, komunikasi, dan interaksi antara pelaksana demplot dengan petani (Hindersah et. al., 2016).
Setya juga tidak segan membagikan pengalamannya dan memberikan insight bagi para pemegang kebijakkan di Cianjur. Usaha itu Ia lakukan agar dapat bersinergi dengan berbagai pihak sehingga pertanian tetap terjaga dan petani sejahtera. Itulah yang menjadi motivasi Setya untuk mempertahankan usahatani jagung di bumi Cianjur.
Sebelum menutup sesi video teleconference, pemuda yang punya banyak mimpi ini mengatakan bahwa jangan pernah terlalu sering melihat sejarah orang lain tanpa terpikirkan untuk menciptakan sejarah sendiri. Sungguh sebuah catatan apik yang sangat menginspirasi.
Setya adalah salah satu dari sekian pemuda yang telah memberikan contoh langkah inspiratif demi membangun bangsa yang berkelanjutan melalui sektor pertanian. Bergerak dari skala regional di selatan Indonesia, Setya telah membuktikan bahwa dari satu komoditas jagung saja sudah dapat memberikan dampak signifikan bagi ekosistem ketahanan pangan yang berkelanjutan. Itulah dia, Zea mays si pendulang rupiah. Digerakkan melalui tangan pemuda, penjaga ketahanan pangan dari Cianjur, di selatan Indonesia.
Referensi
Aini, A. F. (2022). Analisis Analisis Dampak Urbanisasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya. Journal Economics and Strategy, 3(2), 60-67.
Badan Pusat Statistik. (2024). Produksi Tanaman Padi (Ton), 2023. Badan Pusat Statistik. [Online]. Available: https://jabar.bps.go.id/id/statistics-table/2/MzAxIzI=/produksi-tanaman-padi.html
Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2024. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Cianjur Tahun 2023. Badan Pusat Statistil. [Online]. Available: https://cianjurkab.bps.go.id/id/pressrelease/2024/02/28/1077/pertumbuhan-ekonomi-kabupaten-cianjur-tahun-2023.html
Hindersah, R., Hermawan, W., Mutiarawati, T., Kuswaryan, S., Kalay, A. M., Talahaturuson, A., & Risamasu, R. (2016). Penggunaan demonstrasi plot untuk mengubah metode aplikasi pupuk organik pada lahan pertanian sayuran di Kota Ambon. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 5(1), 9-15.
Kepmentan Nomor 484/KPTS/RC.020.M/8/2021. [Online]. https://bpmsph.ditjenpkh.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2023/10/RENSTRA-KEMENTAN-2020-2024-REVISI-2-26-Agt-2021.pdf
Open Data Cianjur. (2024). Luas Panen Jagung Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Cianjur. Open Data Cianjur. [Online]. Available: https://opendata.cianjurkab.go.id/dataset/luas-panen-jagung–berdasarkan-kecamatan-di-kabupaten-cianjur
Sulaiman, A.A., Kariyasa, I.K., Hoerudin, Subagyono, K., Bahar, F.A. 2018. Cara Cepat Swasembada Jagung. IAARD PRESS. Jakarta. 81hal.
Undang-Undang Ketahanan Pangan No.18 tahun 2012. [Online]. https://peraturan.bpk.go.id/Details/39100
Utomo, R., Barokah, U., & Rahmawati, A. (2022). Analisis Usaha Tani Budidaya Tanaman Jagung Di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen. Jurnal Agroteknologi (Agronu), 1(01), 29-36.
Leave a Reply