Setelah lulus kuliah dan bergelar sebagai sarjana pertanian, saya masih ingin bekerja di bidang yang sama yaitu pertanian. Meskipun banyak lowongan pekerjaan yang menawarkan posisi lebih nyaman, saya tetap berbinar ketika melihat lowongan pekerjaan sebagai petugas lapangan.
Dulu, saya sampai bolak-balik dari Bogor ke Lampung dan sebaliknya untuk mengikuti rangkaian rekruitmen di salah satu perkebunan tebu. Selain untuk menambah pengalaman, saya memang berharap agar bisa bekerja di lapangan karena memang saya tidak terlalu suka apabila berkarya hanya di meja kerja saja. Dari semua rangkaian tes, saya dan beberapa orang berhasil lulus untuk menjadi kandidat terpilih sebagai karyawan baru perusahaan. Sayangnya saya harus pulang kembali ke Bogor karena pada akhirnya tidak terpilih untuk menjadi petugas kebun di sana.
Sebenarnya saya sudah siap jika memang pada akhirnya tidak terpilih. Namun ada alasan yang membuat saya sedih saat itu, yaitu masalah gender. Bukan alasan akademis yang membuat saya tidak terpilih, tetapi karena saya seorang perempuan sehingga dianggap kurang tepat jika menjadi petugas kebun di perkebunan tersebut.
Selepas itu masih di tahun yang sama, saya belum mengubah pendirian untuk mencari pekerjaan sebagai petugas lapang. Sayapun kembali mengikuti sebuah tes yang diadakan oleh salah satu perusahaan perbenihan di Jawa Timur. Dari semua rangkaian tes yang diadakan oleh perusahaan, akhirnya saya dinyatakan lulus dan diterima untuk bekerja di perusahaan tersebut. Saya pikir, saya akan ditempatkan di area tertentu sebagai petugas lapang, tetapi ternyata saya ditugaskan pada sebuah laboratorium yang mengawasi kualitas benih.
Alasan perusahaan tersebut sama seperti perusahaan sebelumnya. Menurut mereka area lapang terlalu berat apabila dikerjakan oleh seorang perempuan sehingga saya ditempatkan di bagian pengawas kualitas benih. Meskipun pekerjaan saat itu belum sesuai dengan harapan, saya tetap menyukainya karena masih bisa bekerja secara mobile, tidak terpaku pada satu tempat saja.
Kemudian setelah sekian lama memiliki keinginan untuk bekerja di lapangan, akhirnya takdir tersebut menghampiri juga, saya benar-benar bisa bekerja di lapangan. Pekerjaan saya saat ini membuat saya dapat bertemu dengan para pelaku di bidang pertanian sebagai seorang penyuluh pendamping lapangan (PPL).
Berbeda dengan dua perusahaan sebelumnya, di tempat saya bekerja sekarang tidak terlalu memperhatikan gender. Semua memiliki tugas pokok dan fungsi yang sama. Begitu juga dengan target yang diberikan kepada masing-masing petugas, semua disesuaikan dengan potensi wilayah bukan berdasarkan gender.
Hanya saja untuk pembagian wilayah kerja, masing-masing unit memiliki kebijaksanaan tersendiri. Untuk daerah yang terlalu jauh dengan medan yang dianggap cukup berat tetap diutamakan untuk dibina oleh PPL laki-laki, sedangkan untuk medan yang datar dan lebih terjangkau lebih diutamakan untuk PPL perempuan.
“Zaman dulu Ev, PPL jarang ada yang perempuan, soalnya kita ‘gak boleh pulang ke rumah, harus ada di desa, motornya aja dulu ‘gak seperti sekarang, motornya seperti trail soalnya medannya susah” begitu senior saya menerangkan mengenai pekerjaan PPL di zaman dulu.
Di tahun pertama saat saya masuk kerja, memang jumlah PPL senior laki-laki lebih banyak dari pada PPL perempuan. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah PPL laki-laki semakin berkurang karena banyak yang sudah pensiun. Saat ini jumlah PPL perempuan dengan PPL laki-laki di unit saya seimbang dan masing-masing memiliki hak serta kewajiban yang sama.
Peran dan Prestasi PPL Perempuan di Lapangan
Saya bersyukur persoalan gender tidak membuat saya dan rekan-rekan merasa dibeda-bedakan untuk urusan pekerjaan. Tetapi ada satu kondisi yang terkadang tidak mungkin kami lakukan sendiri sebagai PPL perempuan. Contohnya saat salah seorang dari kami atau mungkin saya suatu hari nanti sedang hamil. Kondisi tersebut mungkin membuat kami tidak 'segesit' saat dalam kondisi normal sehingga mungkin ada pekerjaan yang penyelesaiannya menjadi terlambat atau tidak dapat menyelesaikannya sama sekali.
Saya masih ingat dengan cerita salah satu rekan kerja yang mengatakan saat dia sedang hamil namun harus tetap mengantar pupuk ke petani seorang diri dengan menggunakan motor. Saya ngeri sekali ketika membayangkan seorang ibu hamil yang naik motor sambil membawa pupuk seorang diri ke area persawahan, apa tidak ada orang lain yang membantunya? Teman saya menjawab saat itu rekan kerja di unitnya sedang sibuk semua sehingga dia terpaksa mengantarkannya sendiri.
Nah, kondisi tersebut yang seharusnya perlu diperhatikan. Jangan karena semua dianggap sama, tetapi tidak memperhatikan kondisi tertentu padahal rekan kerja memang perlu dibantu. Saya bersyukur di unit tempat saya bekerja saat ini sikap tenggang rasa dan saling membantu tetap ada. Jika ada teman yang sakit atau berada dalam kondisi hamil misalnya, kami saling membantu untuk membackupnya.
Tugas kami selaku PPL, baik laki-laki maupun perempuan, berperan sebagai fasilitator agar para petani dan pelaku usaha bidang pertanian bisa meningkatkan pengetahuannya. Kemudian kami juga dituntut untuk membantu mereka dalam mengubah sikap dan perilakunya menjadi lebih baik yang berujung pada meningkatkan kesejahteraan.
Dapat dikatakan bahwa tugas kami ini sangat berat baik PPL laki-laki maupun PPL perempuan karena harus mengawal dari hulu hingga hilir. Gambarannya seperti ini: kami membantu mengawal petani mulai dari penanaman benih padi di sawah hingga menjadi beras dan akhirnya berada di pasaran. Bahkan untuk urusan teknis seperti perbaikan irigasi, mengoperasikan alat mesin pertanian, alat pasca panen, dan pengemasan juga harus kami kuasai.
Dari semua rangkaian kegiatan yang dilakukan, jam terbang PPL laki-laki memang lebih banyak ketimbang PPL perempuan karena mereka lebih fleksible dibandingkan kami yang PPL perempuan. Apalagi bagi PPL perempuan yang sudah berstatus menikah, memiliki keluarga dan juga berperan sebagai ibu rumah tangga pasti terbatas jam kerjanya. Terkadang saat tugas memanggil di hari libur membuat kami tidak bisa memenuhinya karena terkait dengan keluarga. Tetapi untuk PPL laki-laki lebih sigap dan bisa saja memenuhi tugas di hari libur tersebut.
Karena jam terbang yang lebih tinggi tersebut akhirnya pada setiap lomba yang diadakan oleh kantor, PPL laki-laki selalu mendominasi. Bahkan selama tiga tahun saya bekerja di sana, saya jarang melihat ada PPL perempuan yang masuk dalam deretan pemenang sebagai PPL terbaik ataupun PPL teladan.
Sayapun penasaran dan ingin membuktikan bahwa sebenarnya kami juga bisa berprestasi meskipun jam terbang kami jauh lebih rendah dari pada PPL laki-laki. Kesempatan itu kemudian datang dalam bentuk kompetisi penulisan karya tulis ilmiah bagi PPL. Kompetisi ini tidak melihat sejauh mana pencapaian kinerja selama di lapangan, tetapi lebih kepada pemberian gagasan terhadap teknologi yang dapat diterapkan oleh petani. Syukur alhamdulillah saya berhasil masuk menjadi juara 3 untuk lomba karya tulis ilmiah bagi PPL, sedangkan juara 2 dan juara 1 diduduki oleh senior saya seorang PPL laki-laki yang memang sudah sangat berpengalaman.
Menjadi PPL perempuan dengan keterbatasan kondisi dan waktu kerja, tidak menghalangi kami untuk berprestasi. Pada tahun 2017 lalu unit tempat saya bekerja merekomendasikan saya untuk mengikuti lomba PPL teladan tingkat Kabupaten Bogor. Sayapun menyanggupi rekomendasi tersebut sebagai bentuk kepatuhan dan sebagai bentuk tantangan yang harus saya coba hadapi.
Saingan untuk lomba ini cukup banyak dibandingkan tahun sebelumnya dan menurut informasi, hanya saya yang berstatus PPL perempuan yang mengikuti lomba untuk kategori tersebut, sementara peserta lainnya didominasi PPL laki-laki yang lebih senior baik dari segi umur maupun jam terbang. Dari hasil seleksi yang dilakukan oleh juri alhamdulillah saya masuk menjadi juara 2 PPL terbaik tingkat Kabupaten Bogor di tahun 2017 meskipun awalnya sempat pasrah juga dengan harapan yang penting sudah memenuhi tugas yang diperintahkan atasan. Penghargaan tersebut menjadi sebuah apreasiasi bagi diri saya sendiri bahwa siapapun bisa berprestasi.
Dari pengalaman tersebut, pada akhirnya sayapun berkata pada diri sendiri untuk jangan takut mengambil peran dari semua tantangan yang datang. Di dalam hidup termasuk dalam lingkup pekerjaan, semua permasalahan pasti akan datang dan pasti juga akan terselesaikan karena semua itu sudah menjadi hukum alam, ada kutub positif pasti ada negatif, ada masalah pasti ada solusi. Jadi, baik dia PPL laki-laki maupun PPL perempuan pasti memiliki tantangan yang sama dan juga memiliki kesempatan yang sama dalam menorehkan prestasi, tinggal bagaimana diri sendiri yang dapat menyikapi.
Itulah cerita saya sebagai PPL yang berjibaku di lapangan hingga saat ini. Medan yang berat ditambah dengan tantangan menghadapi berbagai macam karakter manusia membuat saya merasa lebih hidup. Jika para senior bisa menghadapi semua tantangan dan mampu berprestasi dari lapangan, masa saya tidak? Bukan persoalan gender yang menjadi kunci untuk menghadapi kedua persoalan tersebut, tetapi diri sendiri yang mampu menyikapinya.
Tulisan ini diikutkan pada Lomba Blog perempuan Juara dalam Lingkungan Kerja
yang diadakan oleh C2Live Periode 20 Maret-13 April 2018.
Suryani Palamui says
Wiiih keren mbaaaa. Emang sih kadang kita perempuan suka dipandang sebelah mata. Tapi yaaah, dengan begitu kita musti buktiin kalo kita emang bisa. Aku salut banget lho sama mba. 🙂
evrinasp says
ini gak seberapa dibanding senior perempuan yang sampai akhir masa kerjanya tetap konsisten menyuluh
Anton Ciptady says
Saya merasa amat yakin kalo postingan ini akan memenangkan lombanya…Insya Allah ya Mbak…
Btw, di kantor saya bekerja juga banyak PPL Perempuan, bahkan jumlahnya lebih banyak dibandingkan PPL laki-laki. Semangat mereka tidak kalah lho dari PPL laki2, bahkan kalo urusan nyemplung ke sawah…PPL perempuan lebih gesit dan lincah.
Terus semangat mbak untuk memajukan pertanian Indonesia…..
evrinasp says
semangat juga, ini bukan maksud membeda-bedakan sih, cuma mau kasih tau kalau ada beberapa perempuan yang memang senang bekerja di lapangan hehe
Wahyu Blahe says
Salam, dari anak Pertanian yang hijrah ke Digital Marketing 😀
evrinasp says
Uwooooh yg penting peduli pertanian
Himawan Sant says
Selamat ya buat keberhasilan kak Evrina dalam bidang penyuluhan pertanian dan dapat piagam penghargaan dari bupati Bogor.
Sukses,kak
evrinasp says
Makasih, ini belum seberapa dibandingkan para senior
mrhanafi says
hidup di desa memang nyaman..
udara segar dan damai.
syukur juga ya.
bekerja dalam lapangan yang kita suka
evrinasp says
Iya pas sesuai dengan keinginan, alhamdulillah
Anjar Sundari says
Senang dan bangga pasti ya mbak, akhirnya diakui juga sebagai PPL lapangan dengan hak dan kewajiban yang sama dengan yang laki-laki. Menurut saya petugas lapangan wanita tidak kalah penting, terutama pada pendekatan dengan petani, karena wanita lebih supel, sabar dan perhatian ya hehe..
Yang lebih penting adalah mbak Ev bisa bekerja sesuai dengan dasar pendidikan dan menyukai pekerjaan tersebut sehingga dikerjakan dengan hati dan ikhlas. Kelebihan lainnya, semua pengalaman berharga itu bisa ditulis dan dibagikan kepada semua orang. Apalagi bisa mendapatkan penghargaan, kerennn.. :).
evrinasp says
Alhamdulillah mbak, ada jalannya, semoga saja amanah dan istiqomah dalam bekerja
Casmudi says
Saya sendiri menyenangi kerja lapangan. Meskipun bekerja di balik meja menjadi dambaan setiap orang. Pengalaman hidup yang menyenangkan ya mbak. Salam hangat.
evrinasp says
Saya sebenernya kerja di meja juga gpp, asal dikombinasi dengan mobile ke lapangan juga supaya gak bosen
Ila Rizky says
wah, salut sama kerja keras mba ev buat terus mendampingi para petani. semoga berkah ya, mba.
evrinasp says
Aamiin, semoga amanah dan istiqomah
Joe Candra P says
wow keren banget kak, perempuan memang harus bisa berkarya juga semangaattt
evrinasp says
Semuanya keren, asal tetap semangat hehw
Zalfaa Azalia says
Emang semua butuh perjuangan ya mba.. dulu yang pernah ditolak, berjuang buat cari yang baik dan akhirnya berbuah manislah semua perjuangan itu
semangat mba~
evrinasp says
Semangat juga ya, perjalanan panjang untuk menggapai keberhasilan
Jalan-Jalan KeNai says
Speechless, ah. Selalu kagum dengan Evrina. Semoga semakin maju, ya. Aamiin 🙂
evrinasp says
akupun kagum sama mbak myra, ibu yang menjaga anak2nya banget
Wina says
Mba aku padamu…. Gaya menulisnya enak banget,mengalir lancar smooth…. Salam sebagai sesama PPL perempuan ya….
evrinasp says
halo mbak wina, salam PPL duh senang ada teman seperjuangan
Handayat says
Selalu keren, selamat ya mbak jadi juara 😀
evrinasp says
terima kasih, ini tulisan curhat kok
Liza says
Yeay! Selamat y kak Ev, menang! Semoga berkah baik hadiah maupun pekerjaan yang kk lakoni sekarang
evrinasp says
aamiin, makasih dokter liza, sukses juga ya
Nining says
Tulisan curhat berbuah manis, sama dgn manis pahitnya dalam pencapaian ini semua ya mbak. Eaaa komenku melankolis banget, abisnya baca ini jadi ikut bersemangat, bahwa perempuan harus juga bisa bisa bisa 🙂
evrinasp says
Ayo mbakkkk, semangat, perempuan harus kuat di era sekarang
Agung Kharisma says
wah kerennya bisa mewujudkan impian lewat pekerjaan impian, Yeay, congratulation ya ka Evri dapet juara 1 di lombanya C2live.
Lewat tulisan ini, jadi lebih tahu mengenai pekerjaan di bidang pertanian. Makasih ya ka buat artikelnya. ^_^
evrinasp says
Alhamdulillah kembali ke asal ya, kuliah pertanian, kerja di pertanian hehe, makasih ya agunh
ainun says
setuju mb, jaman sekarang harus ada kesetaraan gender di dunia pekerjaan, kalo perempuan bisa kenapa tidak
evrinasp says
Iya tidak ada halangan gender untuk maju, paling hanya kondisi tertentu yang membedakan
Vicky Laurentina says
Seneng baca ini, Mbak Ev. Saya baru tahu ada pekerjaan bernama Penyuluh Pendamping Lapangan. Saya kirain itu pekerjaan temporer untuk mahasiswa pertanian yang baru belajar magang. Tapi ternyata perannya sangat signifikan ya sampai-sampai dibikinkan pembinaan berupa kontes PPL teladan.
Saya bisa maklum kalau pekerjaan begini lebih banyak dipercayakan kepada pria. Meskipun kita selalu berteriak-teriak akan kesetaraan gender, akan tetapi semua itu akan mentok ketika seorang pegawai perempuan itu hamil dan menyusui, Mbak. Saya sendiri kalau lagi memimpin anak buah, saya sendiri lebih memprioritaskan pegawai yang tidak hamil daripada yang hamil. Pegawai yang menyusui cenderung saya suruh cuti. Karena saya lebih peduli pada kesejahteraan janin/anak sang pegawai daripada kesejahteraan sang pegawai itu sendiri. Dan pola pikir begini yang dianut oleh para pemangku kepentingan, mungkin termasuk juga pembuat keputusan yang menugaskan PPL laki-laki dan PPL perempuan.
evrinasp says
Manteb mbak, iya ini dilemma kami di lapangan, di Satu sisi menuntut kesetaraan gender, di sisi lain kalau memang sedang butuh diakui hak wanitanya ya ingin banget dimengerti, tapi sejauh ini kantor cukup mengerti bagi kami yang menyusui atau hamil
amaterasublog says
Keren banget kak, tulisannya sangat inspiratif… Di dunia pekerjaan memang masih banyak yang belum mengeri terkait kesetaraan gender, meskipun peran nya sama dalam organisasi pekerjaan. 🙂
evrinasp says
Di tempat saya alhamdulillah tidak terlalu membedakan karena memiliki tupoksi yg sama