Last Updated on June 28, 2025 by evrinasp
Siang itu, 19 Februari 2025, dikala terik matahari bersinar terang, hadir sekelompok bapak-bapak petani di sebuah saung nan sejuk. Saung tersebut terletak di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yang menjadi pintu gerbang awal potensi agrowisata di kawasan tersebut. Bapak Amudji, pionir kelompok, memperlihatkan raut wajah yang serius ketika menceritakan kekhawatirannya akan keberlangsungan pertanian di desanya. Dia khawatir, jika tidak ada regenerasi, maka pertanian akan tergerus oleh perkembangan zaman.
Menyambut pernyataan sang ketua, Bapak Muklish selaku anggota, juga turut menyampaikan keresahannya akan praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan. Apalagi lokasi pertanian sangat dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga perlu ada penyampaian informasi kepada para petani mengenai praktik pertanian yang memperhatikan lingkungan.
Dari hasil diskusi dengan para pengurus kelompok yang hadir saat itu, kami sepakat untuk menggelar kegiatan penyuluhan pertanian yang mampu mengakomodir permasalahan tersebut ke dalam kursus tani dengan tema besar pertanian berkelanjutan.
Baca ini yuk: Setelah Menumbuhkan Posluhdes, Lalu Apa?
Kursus Tani Pertanian Berkelanjutan
Tema pertanian berkelanjutan dipilih karena sesuai dengan kebutuhan kelompok yang menginginkan agar kegiatan pertanian tetap berlangsung namun harus memerhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Hal ini sejalan dengan pengertian dari pertanian berkelanjutan yang bertumpu pada tiga pilar pembangunan berkelanjutan yaitu: ekonomi, sosial, dan ekologi untuk mengurangi kerusakan lingkungan, mempertahankan produktivitas pertanian, dan meningkatkan stabilitas dan kualitas kehidupan masyarakat di pedesaan (Upland.psp.pertanian.go.id., 2022).
Kami fokus pada peningkatan kapasitas petani melalui kegiatan penyuluhan agar mereka paham mengenai konsep pertanian berkelanjutan. Kegiatan penyuluhan dapat mengajak petani untuk menerapkan informasi dan inovasi (Safei et al., 2021). Tanpa penyuluhan, maka proses budidaya tanaman dilakukan secara natural oleh petani tanpa sentuhan inovasi.
Kami mempersempit tema kursus tani menjadi kursus tani pertanian ramah lingkungan karena jenis pertanian tersebut merupakan bagian dari pertanian berkelanjutan (Wihardjaka, 2018) yang lebih mudah diimplementasikan di tingkat petani dan masyarakat.
Kegiatan kursus mulai dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2025 yang dihadiri oleh 12 orang petani dari perwakilan kelompok tani padi, hortikultura, dan palawija. Target peningkatan kapasitas yang kami rencanakan pada awalnya untuk 15 orang. Tetapi kami tetap bersyukur karena sebanyak 12 orang mau hadir pada pertemuan perdana.
Di pertemuan pertama ini, petani melaksanakan pre-test terlebih dahulu untuk mengukur pengetahuan petani mengenai pertanian berkelanjutan dan praktik pertanian ramah lingkungan. Kemudian dilanjutkan pemaparan dari penyuluh pertanian yang menyampaikan pengetahuan tentang pertanian ramah lingkungan.
Pada pertemuan ini, petani menyampaikan bahwa memang mereka masih melaksanakan jenis pertanian konvensional yang mengutamakan penggunaan input produksi seperti pupuk sintesis dan pestisida sintesis untuk meningkatkan produksi. Mereka sebenarnya telah mengetahui bahwa pemakaian input yang melebihi dosis dapat memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan juga petani itu sendiri. Namun, mereka masih tetap membutuhkannya karena mengejar peningkatan produksi.
Penggunaan pupuk sintesis dan pestisida sintesis yang berlebihan dapat memberikan efek negative terhadap lingkungan seperti (agroteknologi.uma.ac.id, 2024):
- Degradasi tanah yang dapat mengurangi kesuburan tanah dalam jangka panjang
- Pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan eutrofikasi yang berdampak buruk pada ekosistem air
- Resistensi hama yang memerlukan dosis yang lebih tinggi atau jenis pestisida yang baru
- Kerusakan ekosistem karena pestisida yang tidak terurai
- Menimbulkan risiko kesehatan bagi petani dan konsumen
Melihat permasalahan di tingkat petani yang belum bisa sepenuhnya meninggalkan input sintesis, maka kami menawarkan pendekatan pertanian berkelanjutan melalui pertanian ramah lingkungan yang mampu menyeimbangkan antara penggunaan input dengan dampaknya.
Pertanian ramah lingkungan adalah sistem pertanian yang mengelola seluruh sumberdaya pertanian dan input sistem usahatani secara bijak untuk mencapai produktivitas dan nilai ekonomi yang optimum, namun resiko rendah terhadap kelestarian sumberdaya pertanian dan lingkungan dan perubahan iklim (Supriyo, 2022).
Dari hasil diskusi selama sesi pertama kursus tani berlangsung, kami menyepakati dua hal sebagai langkah awal implementasi pertanian ramah lingkungan yaitu: (1) fokus pada perbaikan kesuburan tanaman dengan memberikan nutrisi organic melalui pembuatan kompos dan penggunaan bakteri fotosintesis, (2) dan pengendalian hama secara terpadu.
Legacy untuk Masa Depan
“Petani hebat, luar biasa!” demikian bunyi yel-yel dari para peserta kursus tani yang memecah sunyi di siang hari itu.
Hari itu, kamis tanggal 22 Mei 2025 adalah pertemuan kursus tani yang kedua. Ada yang menggembirakan kami di siang hari itu, karena jumlah peserta kursus tani meningkat menjadi 18 orang. Teryata pertambahan tersebut berasal dari penggerak kampung ramah lingkungan yang tertarik ikut serta dalam kursus tani. Mereka adalah para penggerak yang sedang fokus menangani pengelolaan sampah organic menggunakan maggot.
Sampah memang menjadi masalah apabila tidak ditangani dengan baik. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (sipsn.menlhk.go.id, 2025) menyatakan bahwa sebanyak lebih dari 34 juta ton timbulan sampah telah dihasilkan di tahun 2024, dengan komposisi sampah organik mencapai sekitar 62% (bebassampah.id, 2024). Sampah organic ini kebanyakan dari sampah rumah tangga yang juga merupakan hasil produk pertanian seperti sampah dari batang dan daun sayuran yang tidak terpakai. Padahal apabila dikelola dengan baik maka akan menjadi kompos yang dapat mengembalikan kesuburan tanah.
Para peserta setuju dengan pernyataan tersebut dan sepakat untuk berusaha mengelola sampah yang ada di sekitar mereka. Kami pun langsung mempraktikan pembuatan kompos skala rumah tangga yang dapat dipraktikan oleh siapapun dengan memanfaatkan sampah rumah tangga.
Selain membuat kompos, kami juga mempraktikan pembuatan bakteri fotosintesis yang keberadaannya memberikan manfaat bagi tanaman. Cara membuatnya sederhana sehingga para petani dapat mempraktikannya secara mandiri. Hanya dengan menggunakan media perbanyakan dari telur dan monosodium glutamat yang dicampur dan didiamkan ke dalam 1 liter air kita sudah bisa membuat bakteri tersebut. Apabila warnanya berubah menjadi merah, maka larutan bakteri tersebut dapat digunakan.
Manfaat bakteri fotosintetik untuk tanaman yaitu membantu menstimulasi kekebalan tanaman, mengurangi penggunaan pupuk hingga 50% apabila digunakan secara teratur, dan mempercepat tanaman berbunga (Kurnianingrum, 2024).
Setelah selesai melaksanakan rangkaian kursus tani di siang hari itu, kami duduk bersama kembali untuk menyepakati langkah yang dapat dilakukan selanjutnya.
“Ini harus kita lakukan, dan disebarkan. Ini bisa jadi legacy kita di masa depan” ucap salah seorang anggota yang tampak antusias.
Kami sepakat dengan pernyataan tersebut, bahwa kebaikan-kebaikan yang dilakukan saat ini, yaitu melalui penerapan pertanian ramah lingkungan atau pertanian berkelanjutan secara umum, akan memberikan dampak yang baik. Lingkungan yang sehat, diikuti dengan kebahagiaan manusia sebagai makhluk sosial, tentu juga dapat diikuti oleh tercapainya kesejahteraan.
Kursus tani dengan tema pertanian ramah lingkungan masih berlanjut hingga bulan Juni 2025 dengan materi selanjutnya yaitu penggunaan agensi hayati dan perangkap mekanis untuk pengendalian hama penyakit tanaman yang ramah lingkungan.
Kami harap kegiatan kami dapat memberikan dampak yang baik bagi keberlanjutan pertanian sehingga dapat menjadi sebuah legacy di masa depan.
Referensi:
Agroteknologi.uma.ac.id. 2024. Efek Penggunaan Pupuk dan Pestisida terhadap Produktivitas Tanaman. Available: https://agroteknologi.uma.ac.id/2024/05/20/efek-penggunaan-pupuk-dan-pestisida-terhadap-produktivitas-tanaman/
Bebassampah.id. 2024. Membentuk Konsep Circular Economy dalam Pengelolaan Sampah Organik Berbasis Inti Plasma. Available: https://bebassampah.id/public/perpustakaan/19/membentuk-konsep-circular-economy-dalam-pengelolaan-sampah-organik-berbasis-inti-plasma
Kurnianingrum. 2024. Bakteri Fotosintetik sebagai Agen Hayati Pemacu Laju Fotosintesis Tanaman. Available: https://bbppbinuang.bppsdmp.pertanian.go.id/artikel/bakteri-fotosintetik-sebagai-agen-hayati-pemacu-laju-fotosintesis-tanaman
Safei, A. M., Amanah, S., & Fatchiya, A. (2021). Kapasitas Petani Penangkar Benih Padi di Kabupaten Majalengka: Peran Penyuluhan dan Kelompok Tani. Jurnal Penyuluhan, 17(2), 258–273. https://doi.org/10.25015/17202135543
Sipsn.menlhk.go.id. 2025. Capaian Kinerja Pengelolaan Sampah. Available: https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
Supriyo, A. (2022). Inovasi Pertanian Ramah Lingkungan Terhadap Produktivitas Padi Sawah. Proceedings Series on Physical & Formal Sciences, 4, 146-154. DOI: 10.30595/pspfs.v4i.496
Upland.psp.pertanian.go.id. 2022. Memahami Lebih Jauh Konsep Pertanian Berkelanjutan. Available: https://upland.psp.pertanian.go.id/public/artikel/1672366739/memahami-lebih-jauh-konsep-pertanian-berkelanjutan
Wihardjaka, A. (2018). Penerapan model pertanian ramah lingkungan sebagai jaminan perbaikan kuantitas dan kualitas hasil tanaman pangan. Jurnal pangan, 27(2), 155-164. Available: https://doi.org/10.33964/jp.v27i2.376
Mantap
Saat ini memang sangat penting untuk pertanian berkelanjutan diterapkan, kalau tidak ekosistem dan tanah pasti terancam,